Kabar Latuharhary - Sebagai persiapan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Festival HAM 2021, Pemerintah Kota Semarang membutuhkan banyak referensi dari implementasi konsep kabupaten/kota HAM yang ideal untuk mewujudkan Kota Semarang sebagai Kota HAM.
Untuk itu, Komnas HAM bersama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Pemerintah Kota Semarang menyelenggarakan Pelatihan Kabupaten/Kota HAM bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Aktivis Masyarakat Sipil Kota Semarang yang dilaksanakan secara daring pada 16 Agustus sampai dengan 7 September 2021.
Pelatihan diselenggarakan guna memberikan ruang belajar bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sipil untuk mendalami pemahaman dan urgensi dalam mengimplementasikan Semarang sebagai Kota HAM.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam Pelatihan kabupaten/kota HAM pada Selasa 31 Agustus 2021. Beka -- sapaan akrab Beka Ulung Hapsara -- menjelaskan pentingnya penyusunan peta jalan Semarang Kota HAM. Menurutnya, Kota Semarang sudah mempunyai banyak modal dalam menyusun peta jalan tersebut.
Komitmen yang sudah ada baik dari pemerintah, birokrasi, maupun dari masyarakat sipil menjadi salah satu modal besar untuk membangun komitmen bersama sehingga penting untuk menyusun peta jalan Semarang sebagai Kota HAM. “Peta jalan penting, selain untuk pemetaan masalah dan potensi yang ada, juga bagaimana memayungi inisiatif-inisiatif yang ada di Kota Semarang seperti kota layak anak, transparan, dan lain-lain di dalam satu peta jalan Semarang sebagai Kota HAM” kata Beka.
Selan itu, kata Beka, membangun kesepahaman antara Kota Semarang dengan daerah sekitarnya juga menjadi satu hal yang penting agar bisa mendukung inisiatif Semarang menjadi Kota HAM.
“Komnas HAM bersedia untuk menjadi mitra bagi Kota Semarang dalam membangun Semarang sebagai Kota HAM, ini sudah menjadi komitmen bersama yang perlu diteruskan. Komnas HAM bersedia untuk membantu Kota Semarang membuat peta jalan secara partisipatif,” tegas Beka.
Lebih lanjut, Beka menyebut jika terdapat beberapa peluang implementasi kabupaten/kota HAM bagi Kota Semarang. “Kalau saya melihat dari interaksi antara Komnas HAM dengan Kota Semarang selama ini, penting untuk memulai intitusionalisasi praktik baik di Kota Semarang. Banyak sekali praktik baik yang hanya menjadi cerita tapi tidak terlembagakan. Pelembagaan ini menjadi penting, masuk dalam tata kelola pemerintahan sehingga ada keberlanjutan,” ungkap Beka.
Selain itu, Kota Semarang juga bisa mereplikasi atau memodifikasi praktik baik yang ada di Wonosobo, Lampung Timur, Palu, dan kota/kabupaten lainnya. Penting juga untuk optimalisasi jejaring, baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, serta kelompok bisnis dan komunitas warga. “Modal yang dimiliki Kota Semarang sudah sangat cukup. Semarang saat ini sudah banyak partisipasi dari masyarakat sipil, organisasi keagamaan, dan internasional, di mana 2 tahun lalu Walikota Semarang menjadi salah satu pembicara dalam (World Human Rights Cities Forum) WHRCF di Korea Selatan. Semarang menjadi salah satu percontohan open government partnership. Sehingga modal ini menjadi potensi yang bisa dikelola Semarang supaya bisa menjadi Kota HAM,” imbuh Beka.
Sebagai informasi, hadir pula dalam sesi pelatihan hari kelima ini Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo sebagai narasumber, Zainal Abidin sebagai moderator, beberapa penyuluh HAM Komnas HAM serta beberapa staf dari INFID.
Setelah pelatihan ini, peserta akan mendapatkan pendampingan dalam penyusunan rencana kerja/rencana aksi dan mengidentifikasi modalitas yang telah dimiliki untuk mengimplementasikan kerangka kabupaten/kota HAM yang dilakukan secara kolaboratif antara perwakilan pemerintah daerah dengan masyarakat sipil.
Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat tersusun rencana kerja/rencana aksi untuk pelaksanaan dan pelembagaan Kabupaten/Kota HAM oleh peserta; terbentuknya forum komunikasi dan forum belajar bagi para peserta; tersedianya alumni pelatihan HAM yang sadar dan paham akan hak asasi manusia; tersedianya Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Semarang yang sadar dan paham akan kewajibannya sebagai pemangku kewajiban HAM; serta terwujudnya kerja sama yang baik antara Komnas HAM, INFID, Kantor Staf Presiden, dan Pemerintah Kota Semarang.
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Sri Rahayu
Untuk itu, Komnas HAM bersama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Pemerintah Kota Semarang menyelenggarakan Pelatihan Kabupaten/Kota HAM bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Aktivis Masyarakat Sipil Kota Semarang yang dilaksanakan secara daring pada 16 Agustus sampai dengan 7 September 2021.
Pelatihan diselenggarakan guna memberikan ruang belajar bagi aparatur pemerintah dan masyarakat sipil untuk mendalami pemahaman dan urgensi dalam mengimplementasikan Semarang sebagai Kota HAM.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam Pelatihan kabupaten/kota HAM pada Selasa 31 Agustus 2021. Beka -- sapaan akrab Beka Ulung Hapsara -- menjelaskan pentingnya penyusunan peta jalan Semarang Kota HAM. Menurutnya, Kota Semarang sudah mempunyai banyak modal dalam menyusun peta jalan tersebut.
Komitmen yang sudah ada baik dari pemerintah, birokrasi, maupun dari masyarakat sipil menjadi salah satu modal besar untuk membangun komitmen bersama sehingga penting untuk menyusun peta jalan Semarang sebagai Kota HAM. “Peta jalan penting, selain untuk pemetaan masalah dan potensi yang ada, juga bagaimana memayungi inisiatif-inisiatif yang ada di Kota Semarang seperti kota layak anak, transparan, dan lain-lain di dalam satu peta jalan Semarang sebagai Kota HAM” kata Beka.
Selan itu, kata Beka, membangun kesepahaman antara Kota Semarang dengan daerah sekitarnya juga menjadi satu hal yang penting agar bisa mendukung inisiatif Semarang menjadi Kota HAM.
“Komnas HAM bersedia untuk menjadi mitra bagi Kota Semarang dalam membangun Semarang sebagai Kota HAM, ini sudah menjadi komitmen bersama yang perlu diteruskan. Komnas HAM bersedia untuk membantu Kota Semarang membuat peta jalan secara partisipatif,” tegas Beka.
Lebih lanjut, Beka menyebut jika terdapat beberapa peluang implementasi kabupaten/kota HAM bagi Kota Semarang. “Kalau saya melihat dari interaksi antara Komnas HAM dengan Kota Semarang selama ini, penting untuk memulai intitusionalisasi praktik baik di Kota Semarang. Banyak sekali praktik baik yang hanya menjadi cerita tapi tidak terlembagakan. Pelembagaan ini menjadi penting, masuk dalam tata kelola pemerintahan sehingga ada keberlanjutan,” ungkap Beka.
Selain itu, Kota Semarang juga bisa mereplikasi atau memodifikasi praktik baik yang ada di Wonosobo, Lampung Timur, Palu, dan kota/kabupaten lainnya. Penting juga untuk optimalisasi jejaring, baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, serta kelompok bisnis dan komunitas warga. “Modal yang dimiliki Kota Semarang sudah sangat cukup. Semarang saat ini sudah banyak partisipasi dari masyarakat sipil, organisasi keagamaan, dan internasional, di mana 2 tahun lalu Walikota Semarang menjadi salah satu pembicara dalam (World Human Rights Cities Forum) WHRCF di Korea Selatan. Semarang menjadi salah satu percontohan open government partnership. Sehingga modal ini menjadi potensi yang bisa dikelola Semarang supaya bisa menjadi Kota HAM,” imbuh Beka.
Sebagai informasi, hadir pula dalam sesi pelatihan hari kelima ini Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo sebagai narasumber, Zainal Abidin sebagai moderator, beberapa penyuluh HAM Komnas HAM serta beberapa staf dari INFID.
Setelah pelatihan ini, peserta akan mendapatkan pendampingan dalam penyusunan rencana kerja/rencana aksi dan mengidentifikasi modalitas yang telah dimiliki untuk mengimplementasikan kerangka kabupaten/kota HAM yang dilakukan secara kolaboratif antara perwakilan pemerintah daerah dengan masyarakat sipil.
Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat tersusun rencana kerja/rencana aksi untuk pelaksanaan dan pelembagaan Kabupaten/Kota HAM oleh peserta; terbentuknya forum komunikasi dan forum belajar bagi para peserta; tersedianya alumni pelatihan HAM yang sadar dan paham akan hak asasi manusia; tersedianya Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Semarang yang sadar dan paham akan kewajibannya sebagai pemangku kewajiban HAM; serta terwujudnya kerja sama yang baik antara Komnas HAM, INFID, Kantor Staf Presiden, dan Pemerintah Kota Semarang.
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Sri Rahayu
Short link