Latuharhary - Komnas HAM RI dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) berkomitmen untuk mendukung pemulihan serta memberikan bantuan penunjang kepada korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat beserta korban bencana supaya mendapatkan hak-hak hidup yang mendasar secara optimal.
“Gubernur Sulteng termasuk kepala daerah yang progresif untuk berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dan pelanggaran HAM berat,”jelas Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers usai penandatanganan Nota Kesepakatan antara Komnas HAM RI-Pemprov Sulteng.
Peran serta kepala daerah dalam mengupayakan penyelesaian kasus dan pemulihan korban bencana, menurut Taufan, menjadi faktor utama terealisasinya program dan aksi HAM bersama. Jika pimpinan daerah mempunyai perspektif HAM yang komprehensif, maka diharapkan kebijakan akan berorientasi terhadap pemenuhan hak-hak hidup, hak berpolitik, hak memeroleh sumber perekonomian serta hak berpendapat dan berekspresi secara adil dan berimbang.
Untuk itulah Komnas HAM RI memetakan daerah dengan pengaduan kasus pelanggaran HAM yang berat terlebih dahulu dalam proses mempersiapkan kerja sama dalam pemenuhan hak-hak tersebut bagi korban. Dari hasil pemetaan terlihat beberapa provinsi, seperti Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang menjadi titik strategis potensial untuk merancang program aksi HAM bersama.
Sebagai langkah perdana, Komnas HAM RI dan Pemprov Sulteng menyepakati kerja sama tentang Pemberian Bantuan kepada Korban Pelanggaran HAM yang Berat. Kerja sama ini menindaklanjuti kerja Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Tim Pelanggaran HAM Berat (PHB) sebagai upaya nyata mengakselerasi penyelesaian kasus serta mendukung pemulihan korban.
Sasaran kerja Komnas HAM yang bakal ditangani bersama Pemprov Sulteng, di antaranya terkait verifikasi permohonan dan menerbitkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM yang Berat (SKKPHAM); pemberian bantuan medis dan psikososial kepada korban pelanggaran HAM yang berat; serta komunikasi dengan SKPD dan UPT terkait pemberian bantuan kepada korban pelanggaran HAM yang berat.
“Penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu prosesnya memang panjang. Namun, Komnas HAM optimistis dengan kerja sama ini, kita menyepakati upaya assessment dan sinkronisasi unsur-unsur dalam penyelesaian kasus supaya hak-hak dasar korban terpenuhi secara optimal bersama pemerintah daerah,” urai Taufan.
Upaya inisiatif ini sebagai tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021–2025. Di dalamnya, Kepala Negara telah memberikan tugas kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Namun, afirmasi hak asasi masih terbatas kepada empat kelompok sasaran, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat.
“Di luar empat kelompok sasaran itu, seperti korban pelanggaran HAM berat dan korban bencana, seharusnya pemerintah tetap memiliki kewajiban terkait HAM pada kelompok sasaran lainnya seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa segala upaya perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM dilaksanakan oleh pemerintah,” ujar Taufan.
Ia berharap langkah kerja sama ini menjadi sebuah titik terang bagi penyelesaian kasus-kasus dugaan kekerasan dan pelanggaran HAM atas kematian warga sipil di Poso, Sulawesi Tengah. Begitu pula menjadi upaya mengawal operasi-operasi anti-terorisme yang berpotensi membuka aksi radikalisme di area tersebut.
Komnas HAM mencermati adanya kecenderungan pemegang mandat penindakan terorisme mengabaikan dari prosedur hukum yang berlaku. Hal ini merujuk Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme (Perkap Penindakan Terorisme) yang menyatakan adanya aspek “proporsional” dan “nesesitas” sebagaimana tertulis pada pasal 3 huruf b dan huruf c. Selain itu, Perkap tersebut mengatur mekanisme negosiasi demi menghindarkan korban anak-anak dalam pasal 17 ayat (1). Namun, di lapangan masih didapati warga sipil dan anak-anak yang menjadi korban salah tangkap ataupun terimbas konflik bersenjata.
“Komnas HAM dan mitra kerja terkait lainnya akan berupaya memastikan proses penanganan kasus oleh aparat negara di Sulawesi Tengah, terutama di Poso berjalan secara transparan. Langkah ini tentunya diperkuat dengan komitmen pemenuhan atas hak-hak hidup mendasar para korban sebagai kompensasi atas dasar kemanusiaan,” jelas Taufan. (KAL&Tim Humas)
Short link