Kabar Latuharhary – Hak atas lingkungan sebagai hak asasi merupakan buah persilangan gerakan lingkungan dan gerakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Gerakan lingkungan dan HAM mampu memanfaatkan hukum lingkungan untuk membuka ruang demokrasi yang menghasilkan pembaruan hukum lingkungan. “Harapannya, pembaruan hukum lingkungan yang ada dapat menjadi payung untuk menyejahterakan rakyat dan melindungi lingkungan,” kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga -- akrab disapa Sandra – saat menjadi narasumber webinar online “Hukum Lingkungan Indonesia dari Masa ke Masa”. Acara ini diselenggarakan secara daring oleh Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) pada Kamis, 22 Juli 2021.
Lebih lanjut, Sandra menyatakan bahwa perjalanan gerakan lingkungan dan gerakan HAM sejak tahun 1970 secara bersama-sama telah mengembangkan berbagai inisiatif untuk lingkungan hidup dan pemajuan HAM. Pasca tahun 1997, kolaborasi kedua gerakan tersebut telah menghasilkan perkembangan legal standing (hukum) terkait hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berimplikasi pada mekanisme HAM yang berlaku.
“Tahun 1998, sudah ada satu ketetapan MPR (Tap MPR XVII/1998) tentang HAM. Inilah pengakuan pertama hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat di dalam cluster HAM,” ucap Sandra. Substansi yang sama juga masuk di dalam Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 1999 tentang HAM di Pasal 9 ayat 3, yaitu hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, juga ada di dalam amandemen ke-2 UUD 1945, Pasal 28H ayat 1 dalam Bab XA Hak Asasi Manusia, di mana setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam konteks tersebut sebagai bagian dari HAM, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat berimplikasi pada mekanisme HAM yang berlaku. “Artinya, negara wajib melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi, ini rumusan konstitusi,” ujar Sandra.
Mekanisme HAM itu juga berlaku bagi Komnas HAM yang berwenang untuk merespon pengkajian, penelitian, pemantauan (termasuk amicus curiae di pengadilan), mediasi, pendidikan dan penyuluhan. Selain itu, berlaku juga prinsip-prinsip HAM seperti prinsip universal, tidak terpisahkan, saling terkait, non diskriminatif, dan tidak dapat dikurangi.
Dari pembaruan hukum yang ada, Sandra mengajak semua pihak untuk mengoptimalkan penyelamatan lingkungan melalui hukum lingkungan. Menurut Sandra, kita sebaiknya bukan hanya sekedar disibukkan dengan pembaruan hukum, tetapi betul-betul memastikan bahwa hukum menyejahterakan rakyat dan melindungi lingkungan.
Lebih lanjut, Sandra menyatakan bahwa perjalanan gerakan lingkungan dan gerakan HAM sejak tahun 1970 secara bersama-sama telah mengembangkan berbagai inisiatif untuk lingkungan hidup dan pemajuan HAM. Pasca tahun 1997, kolaborasi kedua gerakan tersebut telah menghasilkan perkembangan legal standing (hukum) terkait hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berimplikasi pada mekanisme HAM yang berlaku.
“Tahun 1998, sudah ada satu ketetapan MPR (Tap MPR XVII/1998) tentang HAM. Inilah pengakuan pertama hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat di dalam cluster HAM,” ucap Sandra. Substansi yang sama juga masuk di dalam Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 1999 tentang HAM di Pasal 9 ayat 3, yaitu hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, juga ada di dalam amandemen ke-2 UUD 1945, Pasal 28H ayat 1 dalam Bab XA Hak Asasi Manusia, di mana setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam konteks tersebut sebagai bagian dari HAM, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat berimplikasi pada mekanisme HAM yang berlaku. “Artinya, negara wajib melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi, ini rumusan konstitusi,” ujar Sandra.
Mekanisme HAM itu juga berlaku bagi Komnas HAM yang berwenang untuk merespon pengkajian, penelitian, pemantauan (termasuk amicus curiae di pengadilan), mediasi, pendidikan dan penyuluhan. Selain itu, berlaku juga prinsip-prinsip HAM seperti prinsip universal, tidak terpisahkan, saling terkait, non diskriminatif, dan tidak dapat dikurangi.
Dari pembaruan hukum yang ada, Sandra mengajak semua pihak untuk mengoptimalkan penyelamatan lingkungan melalui hukum lingkungan. Menurut Sandra, kita sebaiknya bukan hanya sekedar disibukkan dengan pembaruan hukum, tetapi betul-betul memastikan bahwa hukum menyejahterakan rakyat dan melindungi lingkungan.
“Saat ini waktunya bersinergi dengan sebanyak mungkin kawan yang punya mimpi tentang Indonesia di masa depan. Dengan anak-anak muda serta orang tua yang juga punya mimpi dan bersedia ikut mendukung perjuangan. Saat ini suka atau tidak, gerakan harus terlibat erat dengan pendidikan grass root. Bagaimana kita sebagai rakyat itu nantinya betul-betul memperlakukan hukum lingkungan sebagai payung untuk set up agenda, bekerja sama, dan konsisten menjalankannya di mana pun kita berada,” tutur Sandra.
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo
Short link