Kabar Latuharhary - Kesehatan merupakan hak asasi manusia mendasar yang sangat diperlukan untuk pelaksanaan hak asasi manusia lainnya. Setidaknya ada beberapa tantangan yang dihadapi terhadap pemenuhan hak atas kesehatan di masa pandemi COVID-19, seperti kesadaran masyarakat dan keterjangkauan terhadap layanan kesehatan, ketersediaan obat-obatan dan peralatan medis, akses terhadap layanan kesehatan, serta kualitas layanan kesehatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Parahyangan Legal Competition (PLC) 2021 yang membahas Peran Komunitas Bisnis dalam Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia (HRD) yang dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Meeting pada Jumat, 23 Juli 2021.
Kegiatan Parahyangan Legal Competition (PLC) merupakan kerja sama Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung dengan Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang mengangkat tema besar Penerapan Pancasila dalam Mewujudkan Bisnis dan Investasi yang Berpihak pada Hak Asasi Manusia.
Membuka paparannya, Sandra menjelaskan bahwa di Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan. Pasal 28H ayat (1) menyebutkan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Kondisi pandemi COVID-19 saat ini yang terus meningkat tentu saja menunjukkan bahwa sedang terjadi situasi darurat kesehatan, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat. Terkait tantangan yang dihadapi terhadap pemenuhan hak atas kesehatan di masa pandemi COVID-19, menurut Sandra, perlu ditangani secara komprehensif. Walaupun mayoritas masyarakat Indonesia mempercayakan layanan kesehatan kepada Pemerintah, namun sektor swasta juga berperan penting. Korporasi/ swasta memiliki peran penting, mulai dari meyediakan layanan kesehatan, memproduksi barang-barang medis dan perdagangan.
Begitu pun pembela hak asasi manusia atau yang dikenal dengan Human Rights Defender (HRD), menurut Sandra, memiliki peran yang positif, penting, dan sah juga berkontribusi pada perwujudan hak asasi manusia di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. “Pembela HAM adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang secara individu atau kelompok bertindak untuk mempromosikan atau melindungi hak asasi manusia. Mereka pun memiliki hak untuk kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi,” ungkap Sandra.
Lebih lanjut, Sandra juga menjelaskan mengenai Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang merupakan terobosan inisiatif Komnas HAM yang disusun sejak 2018 dengan dukungan penuh dari Pemerintah, khususnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Sejak 2018, Komnas HAM telah menyusun 5 (lima) SNP, antara lain SNP Hak atas Kesehatan dan SNP Pembela Hak Asasi Manusia.
“SNP bertujuan memberikan intepretasi, penilaian, dan pedoman prinsip-prinsip hak asasi manusia khususnya isu-isu atau subjek tertentu, seperti kebebasan berekspresi, hak atas kesehatan, pembela hak asasi manusia, dan lain-lain,” jelas Sandra.
Disebutkan dalam SNP bahwa ada 3 (tiga) prinsip utama dalam hak atas kesehatan yaitu non diskriminasi, martabat manusia, dan tanggung jawab negara. Negara harus menghormati, melindungi, memfasilitasi, dan mempromosikan kegiatan Pembela HAM dan anggota masyarakat sipil lainnya untuk membantu kelompok rentan atau terpinggirkan untuk menikmati hak atas kesehatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Parahyangan Legal Competition (PLC) 2021 yang membahas Peran Komunitas Bisnis dalam Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia (HRD) yang dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Meeting pada Jumat, 23 Juli 2021.
Kegiatan Parahyangan Legal Competition (PLC) merupakan kerja sama Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung dengan Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang mengangkat tema besar Penerapan Pancasila dalam Mewujudkan Bisnis dan Investasi yang Berpihak pada Hak Asasi Manusia.
Membuka paparannya, Sandra menjelaskan bahwa di Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan. Pasal 28H ayat (1) menyebutkan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Kondisi pandemi COVID-19 saat ini yang terus meningkat tentu saja menunjukkan bahwa sedang terjadi situasi darurat kesehatan, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat. Terkait tantangan yang dihadapi terhadap pemenuhan hak atas kesehatan di masa pandemi COVID-19, menurut Sandra, perlu ditangani secara komprehensif. Walaupun mayoritas masyarakat Indonesia mempercayakan layanan kesehatan kepada Pemerintah, namun sektor swasta juga berperan penting. Korporasi/ swasta memiliki peran penting, mulai dari meyediakan layanan kesehatan, memproduksi barang-barang medis dan perdagangan.
Begitu pun pembela hak asasi manusia atau yang dikenal dengan Human Rights Defender (HRD), menurut Sandra, memiliki peran yang positif, penting, dan sah juga berkontribusi pada perwujudan hak asasi manusia di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. “Pembela HAM adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang secara individu atau kelompok bertindak untuk mempromosikan atau melindungi hak asasi manusia. Mereka pun memiliki hak untuk kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi,” ungkap Sandra.
Lebih lanjut, Sandra juga menjelaskan mengenai Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang merupakan terobosan inisiatif Komnas HAM yang disusun sejak 2018 dengan dukungan penuh dari Pemerintah, khususnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Sejak 2018, Komnas HAM telah menyusun 5 (lima) SNP, antara lain SNP Hak atas Kesehatan dan SNP Pembela Hak Asasi Manusia.
“SNP bertujuan memberikan intepretasi, penilaian, dan pedoman prinsip-prinsip hak asasi manusia khususnya isu-isu atau subjek tertentu, seperti kebebasan berekspresi, hak atas kesehatan, pembela hak asasi manusia, dan lain-lain,” jelas Sandra.
Disebutkan dalam SNP bahwa ada 3 (tiga) prinsip utama dalam hak atas kesehatan yaitu non diskriminasi, martabat manusia, dan tanggung jawab negara. Negara harus menghormati, melindungi, memfasilitasi, dan mempromosikan kegiatan Pembela HAM dan anggota masyarakat sipil lainnya untuk membantu kelompok rentan atau terpinggirkan untuk menikmati hak atas kesehatan.
Di akhir sesi, Sandra menyampaikan beberapa rekomendasinya bahwa penting bagi semua pihak untuk bekerja sama mengembangkan koalisi yang kuat untuk mempromosikan hak atas kesehatan, terutama untuk menghentikan pandemi COVID-19 dan untuk mencapai standar tertinggi hak atas kesehatan. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan SNP Hak atas Kesehatan yang telah dihasilkan Komnas HAM sebagai bahan rujukan bagi pemerintah, sektor swasta, dan pihak
lainnya.
Penulis : Utari Putri Wardanti
Editor : Sri Rahayu
Short link