Jakarta – Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo, Senin (19/7/2021). Komnas HAM RI menilai kehadiran regulasi baru tersebut seharusnya mencerminkan komitmen baru pemerintah untuk memperbaiki Papua dari segala sisi.
“Perlu membayangkan kedepan, akan ada berapa provinsi baru? Karena pasal 76 menyebut pemekaran. Jika ada pemekaran apakah dana otsus memadai?“ ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin Al Rahab dalam diskusi daring bertajuk "Bagaimana Dampak Pengesahan Revisi UU Otsus terhadap Penyelesaian Konflik Papua" yang diselenggarakan oleh Imparsial, Yayasan Tifa serta Forum Akademisi untuk Papua Damai, Rabu (21/7/2021).
Ia juga mengingatkan kembali terkait sasaran otsus yang tercantum pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang berlaku sebelumnya. Di Bagian Menimbang huruf f, tertulis “Bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua“
Disahkannya perubahan kedua UU Otsus Papua, menurutnya, mengindikasikan komitmen baru dari pemerintah. Salah satu perubahan, yakni dibentuknya badan khusus di bawah Wakil Presiden yang beranggotakan Mendagri, Menkeu dan Menteri PPN/Kepala Bappenas yang bernama Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3).
"Dibentuknya badan khusus, badan yang di bawah Wapres ini, kewenangannya apa, ini mesti diperjelas," tegas Amir. Pasalnya, pembentukan badan khusus tersebut bertugas untuk melakukan koordinasi dan harmonisasi dalam pelaksanaan dana otsus.
Lebih lanjut, Amir juga menekankan keberadaan otsus ini merupakan modalitas negara untuk menangani dan menghentikan kekerasan di Papua. Penggunaan dana otsus juga diharapkan mampu memberikan perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya agar kesejahteraan masyarakat Papua tercapainya. Amir berharap UU Otsus Papua terbaru ini mampu menjadi sarana mentransformasikan konflik yang ada di Papua. (AM/IW)
“Perlu membayangkan kedepan, akan ada berapa provinsi baru? Karena pasal 76 menyebut pemekaran. Jika ada pemekaran apakah dana otsus memadai?“ ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin Al Rahab dalam diskusi daring bertajuk "Bagaimana Dampak Pengesahan Revisi UU Otsus terhadap Penyelesaian Konflik Papua" yang diselenggarakan oleh Imparsial, Yayasan Tifa serta Forum Akademisi untuk Papua Damai, Rabu (21/7/2021).
Ia juga mengingatkan kembali terkait sasaran otsus yang tercantum pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang berlaku sebelumnya. Di Bagian Menimbang huruf f, tertulis “Bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua“
Disahkannya perubahan kedua UU Otsus Papua, menurutnya, mengindikasikan komitmen baru dari pemerintah. Salah satu perubahan, yakni dibentuknya badan khusus di bawah Wakil Presiden yang beranggotakan Mendagri, Menkeu dan Menteri PPN/Kepala Bappenas yang bernama Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3).
"Dibentuknya badan khusus, badan yang di bawah Wapres ini, kewenangannya apa, ini mesti diperjelas," tegas Amir. Pasalnya, pembentukan badan khusus tersebut bertugas untuk melakukan koordinasi dan harmonisasi dalam pelaksanaan dana otsus.
Lebih lanjut, Amir juga menekankan keberadaan otsus ini merupakan modalitas negara untuk menangani dan menghentikan kekerasan di Papua. Penggunaan dana otsus juga diharapkan mampu memberikan perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya agar kesejahteraan masyarakat Papua tercapainya. Amir berharap UU Otsus Papua terbaru ini mampu menjadi sarana mentransformasikan konflik yang ada di Papua. (AM/IW)
Short link