Latuharhary – Perkembangan situasi demokrasi dan hak asasi manusia di tengah krisis pemerintahan Myanmar menjadi perhatian serius institusi hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara, termasuk Komnas HAM RI.
Suruhanjaya Hak Asasi Manusia Malaysia (SUHAKAM) bersama ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) menggandeng Komnas HAM RI, CHRP (Filipina), dan PDHJ (Timor-Leste) dalam menyikapi perkembangan krisis di Myanmar. Seluruh institusi tersebut kemudian menggagas dialog daring bertajuk 1st Regional Dialogue on Human Rights and Democratization in Myanmar, Kamis (15/7/2021).
“Kolaborasi antara institusi HAM di ASEAN dan perwakilan AICHR (Indonesia, Malaysia, Thailand) ini bertujuan untuk mendapatkan pembaruan tentang situasi HAM di Myanmar dan menyediakan platform bagi para pemangku kepentingan di kawasan Asia Tenggara untuk membahas cara terbaik untuk bergerak maju, berkontribusi dalam memulihkan demokrasi dan HAM di Myanmar," ungkap Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam dialog.
Ia berharap melalui dialog terbuka, seluruh pihak dapat menemukan keragaman sudut pandang yang menghasilkan solusi konkret. Salah satu upaya yang diusulkan bersama sebagai solusi alternatif, misalnya Lima Poin Konsensus yang dihasilkan dalam ASEAN Summit Meeting pada April 2021 lalu di Jakarta.
Ketua SUHAKAM Malaysia Tan Sri Othman Hashim menimpali tentang perlunya respons cepat dari jejaring internasional untuk mendukung penyelesaian krisis Myanmar. Ia pun mendorong institusi nasional HAM, mekanisme regional HAM beserta organisasi masyarakat sipil mengutamakan kepentingan bersama demi tercapainya resolusi perdamaian Myanmar.
Menteri Urusan Hak Asasi Manusia National Unity Government of Myanmar U Aung Myo Min yang hadir dalam forum ini mengapresiasi solidaritas institusi HAM se-Asia Tenggara. Ia menguak fakta bahwa sejak kudeta Februari 2021 lalu, militer Myanmar melakukan serangkaian serangan secara sistematis kepada masyarakat Myanmar. Sampai saat ini ratusan orang menjadi korban jiwa dan lebih dari 5.000 orang, termasuk pemimpin dan anggota parlemen ditahan. Para tahanan pun rentan mengalami penyiksaan.
“Kami meminta seluruh pihak melakukan langkah cepat dan penting untuk membantu Myanmar melalui jalur koordinasi internasional,” ungkap Aung Myo Min.
Perwakilan AICHR Indonesia H.E. Yuyun Wahyuningrum ikut menggarisbawahi perlunya pendekatan bersifat koordinatif dan kemitraan dengan institusi serta organisasi internasional terkait demi penyelesaian krisis Myanmar.
Pegiat HAM yang yang juga pernah menjadi Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar di bawah Dewan Hak Asasi Manusia PBB tahun 2017, Marzuki Darussman, mencoba menelaah strategi yang bisa dilakukan negara-negara tetangga dalam memberi alternatif bantuan. Ia mendorong forum internasional untuk cermat dan efektif mengambil peran melalui joint statement.
"Pendekatan kemanusiaan, ekonomi sekaligus melakukan penanggulangan pandemi Covid-19 dapat diambil untuk meredam gejolak konflik Myanmar," jelasnya.
Thomas H.Andrew, Special Rapporteur PBB untuk situasi HAM Myanmar, juga menyampaikan bahwa Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan pernyataan keprihatinan mendalam untuk perkembangan di Myanmar serta mendukung penuh langkah transisi menuju pemerintahan demokrasi.
Pembicara lain dalam dialog ini, yakni aktivis HAM Rohingya Razia Sultana.
(AAP/IW)
Short link