Kabar Latuharhary – Masifnya perkembangan teknologi dan ekonomi digital menjadi faktor yang melatarbelakangi perlu adanya payung hukum terkait perlindungan terhadap data pribadi. Namun teknologi juga membuka peluang adanya penyalahgunaan data pribadi, padahal perlindungan terhadap data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) walaupun hal tersebut belum banyak disadari oleh masyarakat.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga atau yang akrab dipanggil Sandra mengungkapkan jika Komnas HAM cukup banyak menerima berbagai pengaduan masyarakat yang mengalami peretasan, cyber terror, doxing, atau tindakan lain yang melanggar hak privasi dan perlindungan data pribadi. Hal tersebut memicu Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM untuk melakukan sebuah kajian terhadap RUU (Rancangan Undang-Undang) Perlindungan Data Pribadi yang saat ini masih dalam tahap penyusunan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Komnas HAM mengkritisi RUU Perlindungan Data Pribadi bukan bertujuan untuk adanya RUU baru, namun RUU yang sudah ada dikaji agar substansinya berspektif HAM,” ucap Sandra saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Kajian RUU Perlindungan Data Pribadi yang dilakukan secara daring melalui zoom meeting, Rabu (14/07/2021).
FGD ini merupakan tahap awal kajian yang dilakukan oleh Tim Kajian Komnas HAM yang bertujuan untuk menghimpun dan menggali data serta informasi terkait isu perlindungan data pribadi di Indonesia. Tim menghadirkan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar dan Alia Yofira Karunian.
Wahyudi memaparkan jika perlindungan data pribadi merupakan bagian dari hak privasi seseorang. “Berdasarkan RUU Perlindungan Data Pribadi yang dimaksud dengan data pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau non-elektronik,” paparnya.
Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan jika informasi data pribadi di Indonesia masih belum ada spesifikasi yang jelas terkait data pribadi yang termasuk ke dalam data sensitif dan data pribadi yang bersifat umum. Pada kesempatan ini, Wahyudi menyarankan kepada Tim Kajian Komnas HAM untuk dapat memfokuskan kajiannya pada data-data sensitif yang selama ini mendasari perbuatan diskriminasi di masyarakat. “Data agama problematis dan sering dijadikan alasan yang menyebabkan tindakan diskriminasi, sehingga data agama menjadi data sensitif yang seharusnya data tersebut dapat dikeluarkan dari kolom KTP karena bukan merupakan data pribadi yang bersifat umum,” ucap Wahyudi memberikan contoh.
Wahyudi juga memberikan masukan kepada tim untuk membuat policy brief atas RUU Perlindungan Data Pribadi ini. Menurutnya policy brief tersebut nantinya dapat dijadikan sebuah rekomendasi kepada pemerintah untuk memasukkan unsur-unsur HAM di dalam substansi RUU Perlindungan Data Pribadi sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Tidak hanya itu, tim juga diarahkan untuk mengkaji pembatasan-pembatasan yang terdapat pada RUU Perlindungan Data Pribadi agar pembatasannya tidak mencederai HAM karena pada prinsipnya hak-hak asasi manusia bergantung satu sama lain. “Pelanggaran terhadap satu hak akan berdampak pula pada pelanggaran hak lainnya,” kata Wahyudi lebih lanjut.
Pada akhir FGD, Sandra yang didampingi oleh Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Mimin Dwi Hartono serta Tim Kajian RUU Perlindungan Data Pribadi Komnas HAM menyampaikan apresiasinya atas data dan informasi yang telah diberikan secara komprehensif oleh ELSAM.
“Diskusi ini sangat mencerahkan Tim Kajian Komnas HAM, RUU Perlindungan Data Pribadi penting untuk didorong menjadi undang-undang, namun substansinya perlu dikaji mendalam agar mengakomodir hak-hak asasi manusia,” pungkas Sandra.
Penulis: Andri Ratih
Editor: Hari Reswanto
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga atau yang akrab dipanggil Sandra mengungkapkan jika Komnas HAM cukup banyak menerima berbagai pengaduan masyarakat yang mengalami peretasan, cyber terror, doxing, atau tindakan lain yang melanggar hak privasi dan perlindungan data pribadi. Hal tersebut memicu Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM untuk melakukan sebuah kajian terhadap RUU (Rancangan Undang-Undang) Perlindungan Data Pribadi yang saat ini masih dalam tahap penyusunan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Komnas HAM mengkritisi RUU Perlindungan Data Pribadi bukan bertujuan untuk adanya RUU baru, namun RUU yang sudah ada dikaji agar substansinya berspektif HAM,” ucap Sandra saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Kajian RUU Perlindungan Data Pribadi yang dilakukan secara daring melalui zoom meeting, Rabu (14/07/2021).
FGD ini merupakan tahap awal kajian yang dilakukan oleh Tim Kajian Komnas HAM yang bertujuan untuk menghimpun dan menggali data serta informasi terkait isu perlindungan data pribadi di Indonesia. Tim menghadirkan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar dan Alia Yofira Karunian.
Wahyudi memaparkan jika perlindungan data pribadi merupakan bagian dari hak privasi seseorang. “Berdasarkan RUU Perlindungan Data Pribadi yang dimaksud dengan data pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau non-elektronik,” paparnya.
Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan jika informasi data pribadi di Indonesia masih belum ada spesifikasi yang jelas terkait data pribadi yang termasuk ke dalam data sensitif dan data pribadi yang bersifat umum. Pada kesempatan ini, Wahyudi menyarankan kepada Tim Kajian Komnas HAM untuk dapat memfokuskan kajiannya pada data-data sensitif yang selama ini mendasari perbuatan diskriminasi di masyarakat. “Data agama problematis dan sering dijadikan alasan yang menyebabkan tindakan diskriminasi, sehingga data agama menjadi data sensitif yang seharusnya data tersebut dapat dikeluarkan dari kolom KTP karena bukan merupakan data pribadi yang bersifat umum,” ucap Wahyudi memberikan contoh.
Wahyudi juga memberikan masukan kepada tim untuk membuat policy brief atas RUU Perlindungan Data Pribadi ini. Menurutnya policy brief tersebut nantinya dapat dijadikan sebuah rekomendasi kepada pemerintah untuk memasukkan unsur-unsur HAM di dalam substansi RUU Perlindungan Data Pribadi sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Tidak hanya itu, tim juga diarahkan untuk mengkaji pembatasan-pembatasan yang terdapat pada RUU Perlindungan Data Pribadi agar pembatasannya tidak mencederai HAM karena pada prinsipnya hak-hak asasi manusia bergantung satu sama lain. “Pelanggaran terhadap satu hak akan berdampak pula pada pelanggaran hak lainnya,” kata Wahyudi lebih lanjut.
Pada akhir FGD, Sandra yang didampingi oleh Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Mimin Dwi Hartono serta Tim Kajian RUU Perlindungan Data Pribadi Komnas HAM menyampaikan apresiasinya atas data dan informasi yang telah diberikan secara komprehensif oleh ELSAM.
“Diskusi ini sangat mencerahkan Tim Kajian Komnas HAM, RUU Perlindungan Data Pribadi penting untuk didorong menjadi undang-undang, namun substansinya perlu dikaji mendalam agar mengakomodir hak-hak asasi manusia,” pungkas Sandra.
Penulis: Andri Ratih
Editor: Hari Reswanto
Short link