Jakarta – Menurut World Health Organization (WHO) gender adalah sifat perempuan dan laki-laki seperti norma, peran, hubungan antara kelompok pria dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, serta dapat berubah seiring waktu.
Komnas HAM melalui Bagian Dukungan Penyuluhan menyelenggarakan seri bincang santai bersama Penyuluh Komnas HAM. Melanjutkan seri bincang santai sebelumnya, maka dalam seri ketiga ini mengangkat tema “Bersama Setara: Sudah Menjadi perspektif Gender Kita?”. “Dengan adanya materi gender, peserta diskusi diharapkan memahami maksud dari gender itu sendiri dan menerapkan pemahaman atas kesetaraan gender dalam menjalankan tugasnya di lingkungan Komnas HAM serta di kehidupan sehari-hari,” kata Plt. Kepala Bagaian Dukungan Penyuluhan, Rima Purnama Salim.
Bincang Santai seri Ketiga ini dipandu oleh Andri Ratih (Ratih) serta menghadirkan narasumber dari tim Penyuluh Komnas HAM, Louvikar Alfan Cahasta (Alfan) dan Sri Rahayu (Ayu). Acara tersebut diselenggarakan secara daring pada Rabu (12/08).
Mengawali bincang santai, Ayu mencoba menggali respon peserta dengan menampilkan beberapa potongan Television Commercial (TVC) atau iklan TV terkait gender. Dalam iklan TV tersebut, ditampilkan persoalan ketimpangan gender yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui slice of life yang ditampilkan itu, Ayu mengelaborasinya dengan materi gender yang akan disampaikan kepada para peserta bincang santai.
Ayu membahas materi terkait gender seperti kesetaraan gender, jenis kelamin (sex), ketidakadilan gender dan implementasi perspektif gender dalam kehidupan sehari-hari. “Ketika saya masih menjadi mahasiswa, saya pernah mencoba mencalonkan diri sebagai Presiden himpunan, namun saya mengalami kendala karena jenis kelamin yang saya miliki,” ungkap Ayu.
Dalam konsep gender, terdapat istilah yang disebut dengan identitas gender dan ekspresi gender, kata Alfan melanjutkan. Ia menjelaskan, identitas gender adalah persepsi seseorang dalam mengidentifikasi diri sebagai perempuan maupun laki-laki. Sedangkan ekspresi gender merupakan cara individu merepresentasikan gendernya, melalui cara berpakaian, potongan rambut, suara, hingga perilaku.
Lebih lanjut Alfan menyampaikan bahwa gender dan jenis kelamin (Sex) merupakan hal yang berbeda. Gender mengacu pada karakteristik laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminim) yang terbentuk di masyarakat. Sementara jenis kelamin (sex) mengacu pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dapat diidentifikasi dari alat kelamin serta perbedaan genetik.
Sejalan dengan yang disampaikan Alfan, Penyuluh Sosial, Eka C. Tanlain menambahkan, “jenis kelamin (sex) cenderung tidak bisa dipertukarkan, bahwa penis adalah milik laki-laki dan vagina adalah milik perempuan. Sementara gender dapat dipertukarkan. Misalnya perempuan bisa bersifat maskulin dan laki-laki bisa bersifat feminim.
Menutup diskusi, Koordinator Penyuluh Komnas HAM, Yuli Asmini menyampaikan bahwa dari hasil bincang santai seri ketiga, kesetaraan gender perlu menjadi perhatian di lingkungan kantor Komnas HAM. Perlu dibuat mekanisme pengaduan internal, pakta itegritas atau peraturan Sesjen untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran terhadap gender. (Feri/LY/RPS)
Komnas HAM melalui Bagian Dukungan Penyuluhan menyelenggarakan seri bincang santai bersama Penyuluh Komnas HAM. Melanjutkan seri bincang santai sebelumnya, maka dalam seri ketiga ini mengangkat tema “Bersama Setara: Sudah Menjadi perspektif Gender Kita?”. “Dengan adanya materi gender, peserta diskusi diharapkan memahami maksud dari gender itu sendiri dan menerapkan pemahaman atas kesetaraan gender dalam menjalankan tugasnya di lingkungan Komnas HAM serta di kehidupan sehari-hari,” kata Plt. Kepala Bagaian Dukungan Penyuluhan, Rima Purnama Salim.
Bincang Santai seri Ketiga ini dipandu oleh Andri Ratih (Ratih) serta menghadirkan narasumber dari tim Penyuluh Komnas HAM, Louvikar Alfan Cahasta (Alfan) dan Sri Rahayu (Ayu). Acara tersebut diselenggarakan secara daring pada Rabu (12/08).
Mengawali bincang santai, Ayu mencoba menggali respon peserta dengan menampilkan beberapa potongan Television Commercial (TVC) atau iklan TV terkait gender. Dalam iklan TV tersebut, ditampilkan persoalan ketimpangan gender yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui slice of life yang ditampilkan itu, Ayu mengelaborasinya dengan materi gender yang akan disampaikan kepada para peserta bincang santai.
Ayu membahas materi terkait gender seperti kesetaraan gender, jenis kelamin (sex), ketidakadilan gender dan implementasi perspektif gender dalam kehidupan sehari-hari. “Ketika saya masih menjadi mahasiswa, saya pernah mencoba mencalonkan diri sebagai Presiden himpunan, namun saya mengalami kendala karena jenis kelamin yang saya miliki,” ungkap Ayu.
Dalam konsep gender, terdapat istilah yang disebut dengan identitas gender dan ekspresi gender, kata Alfan melanjutkan. Ia menjelaskan, identitas gender adalah persepsi seseorang dalam mengidentifikasi diri sebagai perempuan maupun laki-laki. Sedangkan ekspresi gender merupakan cara individu merepresentasikan gendernya, melalui cara berpakaian, potongan rambut, suara, hingga perilaku.
Lebih lanjut Alfan menyampaikan bahwa gender dan jenis kelamin (Sex) merupakan hal yang berbeda. Gender mengacu pada karakteristik laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminim) yang terbentuk di masyarakat. Sementara jenis kelamin (sex) mengacu pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dapat diidentifikasi dari alat kelamin serta perbedaan genetik.
Sejalan dengan yang disampaikan Alfan, Penyuluh Sosial, Eka C. Tanlain menambahkan, “jenis kelamin (sex) cenderung tidak bisa dipertukarkan, bahwa penis adalah milik laki-laki dan vagina adalah milik perempuan. Sementara gender dapat dipertukarkan. Misalnya perempuan bisa bersifat maskulin dan laki-laki bisa bersifat feminim.
Menutup diskusi, Koordinator Penyuluh Komnas HAM, Yuli Asmini menyampaikan bahwa dari hasil bincang santai seri ketiga, kesetaraan gender perlu menjadi perhatian di lingkungan kantor Komnas HAM. Perlu dibuat mekanisme pengaduan internal, pakta itegritas atau peraturan Sesjen untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran terhadap gender. (Feri/LY/RPS)
Short link