Latuharhary – Sub komisi Pemajuan HAM Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI menggelar Workshop Riset Desain Pengkajian dan Penelitian Tahun 2020 di Hotel Oria Jakarta, pada 12 s.d. 13 Maret 2020. Salah satu tema yang dibahas adalah “Standar Penikmatan Tertinggi Hak atas Kesehatan”.
Acara diawali dengan paparan usulan desain kajian yang disampaikan oleh staf Peneliti Komnas HAM RI, M. Felani Budi Hartanto. Hadir sebagai penanggap dan narasumber, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany. Kegiatan ini dilakukan untuk menggali masukan dari berbagai ahli di bidang kesehatan, sehingga tim kajian Komnas HAM memiliki pedoman dalam menyusun metode penelitian yang baik dan terarah.
Felani mengungkapkan bahwa hak atas kesehatan merupakan hak yang paling fundamental dalam instrumen HAM. Sehingga penting untuk melihat perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam memenuhi standar pelayanan tertinggi hak atas kesehatan.
“Terdapat empat kewajiban negara dalam hal memenuhi hak atas kesehatan untuk warga negaranya, yaitu mengambil langkah memaksimalkan sumber daya yang tersedia dalam melaksanakan kewajibannya, dan memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya secara bertahap” ungkap Felani.
“Jika dikaji lebih mendalam, standar minimum yang harus dilakukan oleh negara terhadap akses kesehatan yaitu, akses fasilitas kesehatan barang dan jasa tanpa diskriminasi, akses makanan yang penting (bebas kelaparan), akses pemukiman dasar dan air serta sanitasi, akses obat-obatan yang esensial, serta akses barang dan jasa yang terdistribusi secara seimbang”, paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Thabrany menilai bahwa hak atas kesehatan masih sangat lemah dipahami oleh masyarakat. “Persepsi masyarakat soal hak atas kesehatan lebih dipandang sebagai fight bukan right. Jadi masyarakat beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang harus diusahakan sendiri, bukan dari pemerintah dan bukan diperuntukkan sebagai hak asasi manusia”, jelas Thabrany.
Kriteria terpenuhinya hak atas kesehatan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu, fasilitas secara fisik harus ada, pemerataan (termasuk sampai mana, pemerataan secara fisik, pelayanan kesehatan terkait critical time, kecukupan finansial, kualitas, dll.
“Terkait kecukupan finansial, perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh/terpenuhinya hak dan pelayanan yang baik maka membutuhkan dana yang cukup”, tuturnya.
Thabrany menyarankan agar sebaiknya Komnas HAM mengumpulkan terlebih dahulu pemahaman soal “kualitas” itu seperti apa serta memberikan penekanan terhadap standar pelayanan.
“Pelayanan itu yang mana saja, misal obatkah atau bagaimana. Jadi saya memang setuju jika standar tertinggi dan terendahnya digali dari masyarakat umum atau bahkan tenaga medisnya”, usulnya. Dengan demikian, Komnas HAM memberikan kontribusi atas rumusan standar kesehatan yang tertinggi itu bagaimana, tambah Thabrany.
Sebagai sebuah komitmen politik Negara, akses
terhadap kesehatan dinilai telah menyelesaikan berbagai tuntutan politik dan
harapan rakyat, namun persoalan utamanya terkait
dengan beragamnya batasan atau definisi hak atas kesehatan, padahal batasan
tersebut sangat penting bagi kepastian hukum. Tanpa batasan yang jelas, akan
sulit menentukan ruang lingkup tanggung jawab negara sebagaimana yang
ditegaskan dalam UUD 1945.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM , M. Choirul Anam, Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM, Andante W.A, Kepala Bagian Pengkajian/Penelitian, Mimin Dwi Hartanto dan para staf. (NKN/IBN/MDH)