Kabar Latuharhary – Data dari laporan tahunan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, penggusuran paksa masih terus terjadi sampai saat ini. Laporan tersebut mencatat bahwa berbagai penggusuran paksa masih menjadi pendekatan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam pembangunan. LBH Jakarta merekomendasikan kepada Komnas HAM untuk membentuk Standar Norma dan Setting/Pengaturan (SNS/SNP) tentang penggusuran lahan/perumahan yang layak.
Demikian disampaikan Yanti, mewakili LBH Jakarta dalam audiensi virtual dengan Komnas HAM, Rabu (16/09/2020). Yanti mengungkapkan bahwa sejak tahun 2015, LBH Jakarta telah membuat laporan berkala mengenai kejadian penggusuran paksa di Jakarta. Berdasarkan data dari tahun 2015 hingga 2018, total ada 495 titik penggusuran. “Faktanya, penggusuran ini masih terus terjadi, walaupun angkanya menurun di setiap tahunnya. Tentu ini bertentangan dengan Konvenan Hak Ekosob, padahal Indonesia sudah meratifikasinya. Dengan demikian, masyarakat tidak memiliki jaminan perlindungan dalam menghadapi ancaman penggusuran paksa”, ungkap Yanti. Yanti menilai, penggusuran paksa akan masih terus terjadi seiring dengan semangat pembangunan yang saat ini semakin gencar dilakukan oleh pemerintah.
Dalam cakupan tersebut, Yanti meminta dan merekomendasikan kepada Komnas HAM RI, sebagai lembaga pemajuan HAM untuk membuat sebuah SNS/SNP yang dapat dijadikan rujukan kedepannya. “Dalam pertemuan kali ini, kami ingin bekerja sama dan berharap kepada Komnas HAM untuk dapat merancang atau membentuk SNS/SNP dengan mengadopsi standar-standar HAM tentang penggusuran lahan/perumahan yang layak untuk melindungi warga dari pelanggaran HAM”, harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Hairansyah, memberikan apresiasi atas langkah dan inisiasi yang telah dilakukan oleh LBH Jakarta. “Ini merupakan langkah maju kita bersama untuk penegakan dan perlindungan HAM, inisiasi ini akan sangat membantu kami di Komnas HAM, terutama kaitannya dengan Pengkajian dan Penelitian. Tentu kami akan terus berupaya memaksimalkan peran di bagian Pengkajian dan Penelitian dengan menindaklanjuti informasi dari pengaduan, pemantauan, dan mediasi”.
Menindaklanjuti semangat dan dorongan tersebut, Hairansyah memberikan beberapa catatan yang perlu dilakukan oleh LBH Jakarta. “Informasi yang disampaikan tadi dapat menjadi awalan yang baik sebagai bahan tindak lanjut kami. Tentu dengan beberapa catatan, pertama, perlu ditindaklanjuti dengan surat resmi. Kedua, terkait data, perlu juga adanya data dari seluruh Indonesia untuk menyusun SNP, Komnas HAM sendiri banyak menerima aduan terkait hal tersebut dari berbagai daerah selain di Jakarta” ungkap Hairansyah.
Perlu disampaikan bahwa untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian, sebagaimana diamanatkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi; b. pengkajian dan penelitian berbagai peratuan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia; c. penerbitan hasil pengkajian dan penelitian; d. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia; e. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan f. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, meupun internasional dalam bidang hak asasi manusia. (Niken/Ibn)
Demikian disampaikan Yanti, mewakili LBH Jakarta dalam audiensi virtual dengan Komnas HAM, Rabu (16/09/2020). Yanti mengungkapkan bahwa sejak tahun 2015, LBH Jakarta telah membuat laporan berkala mengenai kejadian penggusuran paksa di Jakarta. Berdasarkan data dari tahun 2015 hingga 2018, total ada 495 titik penggusuran. “Faktanya, penggusuran ini masih terus terjadi, walaupun angkanya menurun di setiap tahunnya. Tentu ini bertentangan dengan Konvenan Hak Ekosob, padahal Indonesia sudah meratifikasinya. Dengan demikian, masyarakat tidak memiliki jaminan perlindungan dalam menghadapi ancaman penggusuran paksa”, ungkap Yanti. Yanti menilai, penggusuran paksa akan masih terus terjadi seiring dengan semangat pembangunan yang saat ini semakin gencar dilakukan oleh pemerintah.
Dalam cakupan tersebut, Yanti meminta dan merekomendasikan kepada Komnas HAM RI, sebagai lembaga pemajuan HAM untuk membuat sebuah SNS/SNP yang dapat dijadikan rujukan kedepannya. “Dalam pertemuan kali ini, kami ingin bekerja sama dan berharap kepada Komnas HAM untuk dapat merancang atau membentuk SNS/SNP dengan mengadopsi standar-standar HAM tentang penggusuran lahan/perumahan yang layak untuk melindungi warga dari pelanggaran HAM”, harapnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Hairansyah, memberikan apresiasi atas langkah dan inisiasi yang telah dilakukan oleh LBH Jakarta. “Ini merupakan langkah maju kita bersama untuk penegakan dan perlindungan HAM, inisiasi ini akan sangat membantu kami di Komnas HAM, terutama kaitannya dengan Pengkajian dan Penelitian. Tentu kami akan terus berupaya memaksimalkan peran di bagian Pengkajian dan Penelitian dengan menindaklanjuti informasi dari pengaduan, pemantauan, dan mediasi”.
Menindaklanjuti semangat dan dorongan tersebut, Hairansyah memberikan beberapa catatan yang perlu dilakukan oleh LBH Jakarta. “Informasi yang disampaikan tadi dapat menjadi awalan yang baik sebagai bahan tindak lanjut kami. Tentu dengan beberapa catatan, pertama, perlu ditindaklanjuti dengan surat resmi. Kedua, terkait data, perlu juga adanya data dari seluruh Indonesia untuk menyusun SNP, Komnas HAM sendiri banyak menerima aduan terkait hal tersebut dari berbagai daerah selain di Jakarta” ungkap Hairansyah.
Perlu disampaikan bahwa untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian, sebagaimana diamanatkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi; b. pengkajian dan penelitian berbagai peratuan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia; c. penerbitan hasil pengkajian dan penelitian; d. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia; e. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan f. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, meupun internasional dalam bidang hak asasi manusia. (Niken/Ibn)
Short link