Kabar Latuharhary –Bagian Dukungan Mediasi, Komnas HAM kembali mengadakan diskusi melalui media daring (dalam jaringan) Zoom bertajuk “Penerapan Prinsip Kerahasiaan dalam Mediasi Online pada Masa Covid-19”, Selasa (19/5/2020). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini, Komisioner Mediasi Komnas HAM, Munafrizal Manan, LL.M., M.IP., M.Si., Hakim dan Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung RI, Edi Wibowo, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Edmon Makarim., S.Kom., S.H., LL.M., dan Rektor Universitas Bina Sarana Informatika, Dr. Mochamad Wahyudi., M.M., M.Kom., M.Pd.
Komisioner Komnas HAM yang juga merupakan mediator HAM, Munafrizal Manan, LL.M., M.IP., M.Si. sebagai narasumber pertama menyampaikan terkait penerapan prinsip kerahasiaan dalam mediasi HAM online. Rizal menyampaikan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terdapat pasal khusus yang mengatur tentang mediasi HAM yaitu pada Pasal 89 ayat (4) dan Pasal 96 namun tidak mengatur tentang prinsip kerahasiaan dalam mediasi HAM. “Jika melihat dari pasal 89 ayat (4) dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, tidak ada diatur mengenai prinsip kerahasiaan dalam mediasi HAM. Oleh karena itu, Komnas HAM menuangkannya dalam bentuk Peraturan Komnas HAM tentang Pedoman Penyelenggaraan Mediasi HAM dan Peraturan Komnas HAM tentang SOP Mediasi HAM,” paparnya.
Lebih lanjut, Rizal memberikan contoh beberapa penerapan kerahasiaan mediasi HAM dalam pengalaman Komnas HAM saat menangani kasus HAM. “Mediasi Komnas HAM dilakukan berdasarkan prinsip kerahasiaan dengan sedikit fleksibilitas. Hal ini terjadi karena mediasi HAM merupakan mediasi sengketa publik yang jenis kasusnya berdimensi publik sehingga lebih mudah mendapat atensi publik. Bahkan banyak kasus yang ditangani Komnas HAM yang sudah menjadi berita media sebelum dimediasi oleh Komnas HAM,” jelasnya.
“Dalam beberapa kasus ada juga peristiwa, bahkan ada pihak yang melakukan perekaman proses mediasi walaupun sudah disampaikan di awal mengenai tata tertib mediasi yang dilakukan tertutup dan rahasia. Bahkan, dalam beberapa kasus para pihak justru menghadirkan wartawan dalam forum mediasi,” lanjutnya.
Menurut Rizal, dari banyak kasus yang di mediasi oleh Komnas HAM, para pihak tidak terlalu mengedepankan prinsip kerahasiaan akan tetapi lebih mengutamakan tercapai penyelesaian sengketa mereka.
Di akhir paparannya, Rizal melihat bahwa mediasi HAM online sangat mungkin akan membuat prinsip kerahasiaan ini menjadi longgar karena Komnas HAM sendiri akan sulit mengontrol para pihak saat mediasi HAM online dilakukan. Juga dalam mediasi HAM online akan ada pihak keempat yaitu teknologi informasi dan komunikasi yang dalam praktiknya tidak berada dalam kontrol penuh para pihak dan mediator, karena mungkin ada hacking.
“Dalam pandangan saya, penerapan mediasi HAM online ini perlu dilengkapi dengan Terms and Conditions tentang prinsip kerahasiaan yang harus ditandatangani para pihak sebelum mediasi dilakukan, sehingga apabila terdapat masalah dikemudian hari akan menjadi concern dari kedua belah pihak itu sendiri,” pungkasnya.
Narasumber lain, Sekretaris Kelompok Kerja Mediasi Mahkamah Agung RI, Edi Wibowo, S.H., M.H., memaparkan terkait makna prinsip kerahasiaan dalam mediasi dan penerapannya dalam mediasi online. Menurutnya, kerahasiaan dalam mediasi memuat dua aspek yaitu kerahasiaan terkait informasi yang mengemuka selama proses mediasi dan kerahasiaan terkait hubungan kepercayaan yang bersifat khusus antara mediator dan pihak bersengketa.
Edi menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) makna dan signifikansi kerahasiaan dalam mediasi yaitu mediasi akan efektif apabila ada kepercayaan para pihak terhadap manfaat proses mediasi yang tertutup dan rahasia tanpa publikasi, mediasi akan lebih mudah mencapai keberhasilan jika para pihak berterus terang kepada mediator, menjamin access to justice yang lebih luas, menjaga netralitas mediator, dan kerahasiaan merupakan sesuatu yang penting untuk melindungi mediator dari penyalahgunaan pihak yang beritikad tidak baik.
Di akhir paparan, Edi juga menyampaikan terkait pelaksanaan mediasi online. “Dalam PERMA (Peraturan Mahkamah Agung RI) Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa mediasi dapat dilakukan secara online dengan tetap ada audio dan visual, bukan hanya teleconference dengan audio saja. Pada pertemuan awal yang menjadi tugas mediator adalah menjelaskan aturan-aturan terkait kerahasiaan dalam mediasi dan meminta komitmen para pihak untuk mematuhi prinsip kerahasiaan tersebut. Bagi pihak yang melanggar aturan-aturan tersebut perlu diberikan konsekuensi baik perdata atau pidana, dan mediasi yang dilakukan dianggap tidak berhasil karena ada pihak yang beritikad tidak baik,”jelasnya.
Lebih lanjut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Edmon Makarim., S.Kom., S.H., LL.M.menyampaikan bahwa terkait penerapan prinsip kerahasiaan dalam mediasi online menurut perspektif hukum teknologi informasi dan komunikasi telematika, ia menggarisbawahi tentang keamanan internet. “Internet adalah suatu medium komunikasi yang tidak aman, di mana merupakan sistem komunikasi elektronik terdistribusi yang menawarkan kecepatan bukan keamanan,” ungkapnya.
Dr. Edmon kemudian memberikan gambaran terkait keberadaan mediasi online yang difasilitasi oleh sistem elektronik. Berdasarkan peraturan yang berlaku, sistem elektronik tersebut setidaknya harus terjamin andal dan jelas keberadaannya, harus ada BCP (Business Continuity Planning), apabila menggunakan aplikasi maka aplikasi yang digunakan harus terdaftar dan lain sebagainya.
“Setiap penggunaan sistem elektronik untuk tujuan apapun harus memperhatikan otoritas sistem elektroniknya, di mana harus andal, aman dan bertanggungjawab. Selain itu, harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 27001, juga terhadap komunikasi antar sistem harus menggunakan tanda tangan elektronik, harus mematuhi semua kaidah peraturan yang berlaku,” simpulnya di akhir paparan.
Rektor Universitas Bina Sarana Informatika, Dr. Mochamad Wahyudi., M.M., M.Kom., M.Pd. yang menjadi narasumber terakhir menyampaikan paparan terkait dukungan teknologi informasi dan komunikasi untuk penerapan prinsip kerahasiaan mediasi online. ODR (Online Dispute Resolution) dilakukan menggunakan media internet yang merupakan media yang sangat tidak aman karena internet adalah sebuah jalan yang bisa dilalui apa saja.
“Dilihat dari sisi praktisnya pada kondisi pandemi yang mengharuskan orang-orang tidak bertemu secara fisik, akan ada kekurangan dan kelebihan apabila akan melakukan mediasi secara online dengan memanfaatkan internet. Dari sisi waktu akan lebih cepat dan biaya lebih murah. Ketika melakukan mediasi secara online akan sangat berbeda dengan mediasi secara offline. Akan muncul potensi kesalahpahaman karena gangguan internet dan lain-lain,” paparnya.
Dr. Wahyudi menambahkan bahwa ada yang perlu diperhatikan dan dipastikan apabila akan melakukan mediasi online.“Harus dipastikan bahwa media yang digunakan menganut prinsip-prinsip keamanan dan kerahasiaan,” tambahnya.
Menurutnya, ketika berbicara mengenai media dalam jaringan atau online, ada beberapa isu yang perlu diperhatikan, seperti terkait kerahasiaan yang menjadi suatu hal utama. Selain itu, penyadapan, hacking, pencurian data, serta penyebarluasan hasil mediasi online juga menjadi isu yang penting pula.
“Ketika menggunakan mediasi online, kita tentu saja akan berhubungan dengan sebuah sistem. Apabila menggunakan sistem dari pihak ketiga, pastikan untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan yang akan muncul. Namun, apabila akan menyediakan sendiri infrastrukturnya dengan membangun sendiri aplikasinya dengan jaringan intranet, maka harus dimiliki dulu perangkat lunak untuk video conference yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti data yang terenkripsi dengan model asimetris,” jelasnya.
Dr. Wahyudi juga memberikan pertimbangan-pertimbangan apabila melaksanakan mediasi menggunakan aplikasi online, seperti adanya kebutuhan bandwidth yang perlu dipertimbangkan, menetapkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan keamanan pada saat melaksanakan mediasi online, memastikan perangkat lunak yang digunakan bersih dari virus dan aplikasi jahat dan gunakan software dengan lisensi yang baik, gunakan selalu username dan password serta jangan biarkan sembarangan orang bisa masuk mengikuti mediasi online yang bisa menyebarluaskan proses mediasi.
Dari diskusi yang telah dilaksanakan ini, diharapkan adanya pemahaman yang baik mengenai konsep dan mekanisme penerapan prinsip kerahasiaan dalam pelaksanaan mediasi online juga adanya langkah-langkah atau strategi baru baik secara teknis maupun substansial yang lebih komprehensif, efektif, dan efisien dalam penanganan kasus sengketa mediasi hak asasi manusia. (Utari/Ibn/RPS)
Short link