Latuharhary – Kehilangan buah hati yang
dibesarkan dengan penuh cinta dan kasih merupakan hal yang terlalu berat,
terlebih lagi bagi seorang Ibu. Hal
inilah yang dirasakan Sumarsih, seorang
Ibu yang harus kehilangan anak laki-laki
yang ia kandung dan besarkan dalam peristiwa yang mengubah wajah Indonesia pada
tahun 1998.
Sumarsih
hingga kini masih menuntut keadilan atas hilangnya nyawa wawan, anak laki-laki
tercintanya. Hal inilah yang mendasari Sumarsih melalui Jaringan Solidaritas
Korban untuk Keadilan (JSKK) mendatangi Komnas HAM untuk melakukan audiensi di
Ruang Pleno Utama Gedung Komnas HAM, Menteng Jakarta, pada Rabu (14/08/2019).
Sebagaimana
diketahui, Sumarsih adalah ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan alias
Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta yang menjadi korban pada Tragedi
Semanggi I tahun 1998. Wawan merupakan 1 (satu) dari 17 (tujuh belas) korban
tragedi semanggi I.
Kendati telah menginjak
usia senja, masih segar tertanam dalam ingatannya, hari dimana anak sulung yang
sangat ia sayangi itu tertembak oleh peluru
yang menghujam tepat di dadanya. Sedikit bercak darah yang terlihat,
namun lubang peluru tersebut terlihat menganga sebesar tutup bolpoin.
Lebih dari 20 (dua
puluh) tahun berlalu sejak tragedi yang menyayat hati itu, namun bagi sumarsih peristiwa itu seperti baru saja
terjadi kemaren. Terlebih lagi hingga detik ini belum ada upaya penyelesaian apapun atas peristiwa yang masuk
dalam kategori pelanggaran HAM yang berat tersebut.Tragedi Semanggi I merupakan
salah satu pelanggaran HAM berat masa lalu yang hingga kini belum menemukan
jalan penyelesaian.
Oleh karena
itu, Sumarsih dan JSKK masih terus berjuang, untuk mendorong pemerintah
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu. Ditemui di
acara audiensi JSKK dengan Komnas HAM,
Sumarsih menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia baru dapat dikatakan
berlangsung dengan baik apabila pelanggaran HAM yang berat masa lalu telah
terselesaikan. (Ferry/ENS)
Short link