Latuharhary - Komnas HAM melalui Koordinator Pemajuan HAM yang juga Komisioner Subkomisi Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara, memberikan kuliah umum kepada peserta Pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lemdiklat Polri) ke 59 yang mengangkat tema “Strategi Pencegahan Pelanggaran HAM Dalam Tugas Polri”, bertempat di Gedung Soemarto Sespim Lemdiklat Polri Lembang, pada Senin (12/08/2019).
Sebelum memulai pemaparannya,
selain
menyampaikan
dukungan terhadap kegiatan tersebut, Beka juga
mengutip
harapan Kapolri Jenderal Tito Karnivan ketika berkunjung ke Komnas HAM beberapa waktu lalu. “Ketika
Kapolri beserta jajarannya datang ke Komnas HAM, beliau menginginkan kerjasama
yang lebih baik antara Kepolisian dan Komnas HAM sehingga apa yang diharapkan dari
kedua belah pihak, dapat tercapai. Selain itu, beliau juga menyampaikan harapannya
agar kinerja kepolisian bertambah baik, dan yang terakhir adalah aduan
masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM oleh kepolisian dapat menurun,”
ungkap Beka.
Perlu
disampaikan, acara yang mengusung tema “Meningkatkan
Kemampuan Manajerial dan Kepemimpinan Tingkat Menengah yang Unggul dan
Berintegritas di Era Demokrasi guna Mencapai Polri yang Promoter untuk
Mewujudkan Keamanan Dalam Negeri”, dihadiri oleh 220 peserta yang di dalamnya
juga terdapat beberapa perwakilan dari negara lain seperti Malaysia, Singapura,
dan Timor Leste.
Pada kesempatan kuliah umum
tersebut,
Beka menjelaskan mengenai hak asasi manusia secara jelas dan terperinci, mulai
dari definisi dan prinsip-prinsip HAM, mandat Komnas HAM, kewajiban negara
terhadap hak asasi manusia, hingga data pengaduan Komnas HAM. Berdasarkan data
pengaduan Komnas HAM, Beka juga menyampaikan bahwa pihak Kepolisian Republik
Indonesia masih menjadi pihak yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM.
“Kepolisian
Republik Indonesia menjadi lembaga atau institusi yang paling banyak diadukan oleh
masyarakat, mencapa 1670 kasus. Pengaduan masyarakat ini terkait sejumlah
tindakan seperti penanganan kasus yang lamban, upaya paksa yang
sewenang-wenang, kekerasan, kriminalisasi, penyiksaan, diskriminasi, hingga
pembiaran,” papar Beka.
Terkait data
tersebut, Beka kembali memaparkan perihal pentingnya peran dari Polisi dan
Negara dalam pemenuhan hak asasi manusia. Menurutnya, Kepolisian adalah garda
terdepan dalam upaya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya Polisi
selama 24 jam dituntut untuk selalu hadir dan mampu memberikan jaminan keamanan
kepada masyarakat. Oleh karena itu, Komnas HAM juga menyampaikan apresiasinya
atas tanggungjawab dan tugas berat yang harus diemban oleh pihak Kepolisian.
“Secara positif,
kehadiran Kepolisian sangat berkontribusi terhadap terpenuhinya hak-hak warga
negara. Tidak terbatas pada jaminan ketiadaan ancaman kepada masyarakat seperti
kriminalitas, terorisme, diskriminasi, namun juga meliputi terpenuhinya
kebebasan seperti berekspresi dan berkeyakinan. Akan tetapi di sisi lain,
kehadiran yang langsung dan intensif di tengah masyarakat, juga membawa
konsekuensi terhadap potensi gesekan persoalan terkait dugaan pelanggaran HAM, baik karena tindakan (Commission) maupun pembiaran (by Omission) yang dicatatkan dan dilaporkan oleh masyarakat,” lanjut
Beka.
Rupanya paparan
Beka ini cukup menyita perhatian peserta yang hadir. Cukup banyak peserta yang
menyatakan minatnya atas isu-isu yang disampaikan Beka. Hal ini ditunjukkan
dari banyaknya
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para peserta. Bahkan salah
seorang peserta sempat menanyakan perihal cara kerja Komnas HAM serta harapan
Kepolisian untuk mendapatkan dukungan dari Komnas HAM dalam melaksanakan tugas
dan fungsi mereka.
“Komnas HAM ini
rujukannya, serta patokannya mengarah ke mana? Cara kerja Komnas HAM itu
seperti apa? Hal ini terkait dengan tugas Kepolisian sebagai salah satu penegak
HAM di Indonesia. Komnas HAM kalau menyoroti kejadian yang mengarah ke
masyarakat dan korban-korbannya itu, tajam sekali. Namun, kalau anggota
Kepolisian pada saat melakukan pengamanan atau menyidiki suatu kasus, Komnas
HAM tidak ada suaranya,” ungkap salah seorang peserta didik Sespimmen Sespim
Lemdiklat Polri.
Menanggapi
pertanyaan yang diajukan oleh para peserta didik tersebut, Beka menjelaskan
bahwa dalam menjalani tugas dan menyelidiki suatu kasus, Komnas HAM selalu
berusaha memberikan rekomendasi yang seimbang, tidak memihak salah satu pihak.
“Sebagai lembaga
negara tentunya patokan utama Komnas HAM adalah konstitusi. Untuk cara kerjanya sendiri, ketika ada kejadian atau kasus, kita
berangkatnya dari pengaduan. Setelah itu dilanjutkan dengan pemantauan untuk
membuktikan adanya dugaan pelanggaran HAM atau tidak. Kenapa kemudian selalu Polisi yang
disalahkan? Saya kira juga tidak. Banyak sekali pernyataan komisioner periode
sekarang yang justru memberi ruang yang lebih dan respon positif kepada
kemajuan yang telah dicapai oleh teman-teman dari Kepolisian. Kami juga memberi
apresiasi yang seimbang, ada yang bagus dipuji, kalau ada yang salah
dievaluasi,” jelas Beka. (Radhia/ ENS)
Short link