Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan bentuk dari visi kolektif para pemimpin dunia untuk mewujudkan pembangunan yang berintegrasikan antara kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
SDGs yang terdiri atas 17 Tujuan dan 169 Target Global, sekitar 90 persen diantaranya terkait erat dengan pemenuhan hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak buruh. Mencapai target yang ditetapkan dalam SDGs berarti merupakan bentuk dari pemenuhan HAM.
Hal tersebut disampaikan di dalam kegiatan berbagi pengetahuan tentang SDGs dan HAM yang dilaksanakan di Kantor Komnas HAM pada Rabu (27/2). Hadir sebagai narasumber Sille Stiedsen, Penasehat Institute HAM Denmark (DIHR) dan Kasubdit Hukum dan Pembangunan Bappenas Mardiharto Tjokrowasito. Kegiatan dihadiri oleh pimpinan Komnas HAM yaitu Sandra Moniaga dan Hairiansyah, serta para staf di setiap biro.
Lebih lanjut menurut Sille, SDGs yang dirumuskan pada 2015 dan akan berakhir pada 2030, menegaskan pentingnya partisipasi dari kelompok yang paling rentan dan marjinal dengan prinsip tidak seorangpun tertinggal (no one left behind).
Hal ini merupakan perbaikan atas skema sebelumnya, yaitu Millenium Development Goals (MDGs) pada 2000-2015 yang gagal dalam menjangkau kelompok yang paling rentan dan marjinal.
Meskipun skema SDGs bersifat non legally binding, namun setiap negara didorong untuk melakukan pelaporan secara sukarela dan berkala di forum PBB. "Indonesia termasuk negara yang sangat ambisius atas SDGs dan telah mempresentasikan capaiannya pada 2017 dan pada 2019 ini," ujar Sille.
Dalam hal ini, peran dari Komisi Nasional HAM sangat penting untuk memastikan bahwa dimensi HAM menjadi ruh dari proses dan capaian SDGs. "Peran dari Komnas HAM diantaranya adalah memberikan saran dan melakukan investigasi jika ada pelanggaran HAM yang terkait dengan komitmen dalam SDGs," ujar Sille.
Ia juga menerangkan pengalaman dari Komnas HAM negara lain dalam mengintegrasikan SDGs dan HAM. Misalnya, Komnas HAM Argentina mengaitkan setiap kasus yang ditangani dengan komitmen SDGs, dan mensosialisasikannya ke publik melalui media sosial.
Sedangkan Mardi dari Bappenas menerangkan bahwa walaupun Komnas HAM hanya masuk dalam Tujuan Nomor 16 tentang Perdamaian dan Keadilan, namun setiap aspek SDGs sebenarnya terkait dengan tugas Komnas HAM. "Salah satu kelemahan SDGs adalah ketersediaan data, sehingga dalam hal ini Komnas HAM bisa berperan untuk menyampaikan data-datanya dalam database SDGs yang dikoordinir oleh Bappenas.
Melalui SDGs, data-data HAM yang selama ini kurang nampak akan bisa diekspose. Sehingga, promosi dan penegakan HAM akan lebih kongkret dan efektif.
Kegiatan ini adalah awal dari kerjasama Promosi SDGs di Asia Pasifik antara Komnas HAM dan DIHR yang akan berlangsung sampai dengan tiga tahun mendatang. (MDH)
SDGs yang terdiri atas 17 Tujuan dan 169 Target Global, sekitar 90 persen diantaranya terkait erat dengan pemenuhan hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak buruh. Mencapai target yang ditetapkan dalam SDGs berarti merupakan bentuk dari pemenuhan HAM.
Hal tersebut disampaikan di dalam kegiatan berbagi pengetahuan tentang SDGs dan HAM yang dilaksanakan di Kantor Komnas HAM pada Rabu (27/2). Hadir sebagai narasumber Sille Stiedsen, Penasehat Institute HAM Denmark (DIHR) dan Kasubdit Hukum dan Pembangunan Bappenas Mardiharto Tjokrowasito. Kegiatan dihadiri oleh pimpinan Komnas HAM yaitu Sandra Moniaga dan Hairiansyah, serta para staf di setiap biro.
Lebih lanjut menurut Sille, SDGs yang dirumuskan pada 2015 dan akan berakhir pada 2030, menegaskan pentingnya partisipasi dari kelompok yang paling rentan dan marjinal dengan prinsip tidak seorangpun tertinggal (no one left behind).
Hal ini merupakan perbaikan atas skema sebelumnya, yaitu Millenium Development Goals (MDGs) pada 2000-2015 yang gagal dalam menjangkau kelompok yang paling rentan dan marjinal.
Meskipun skema SDGs bersifat non legally binding, namun setiap negara didorong untuk melakukan pelaporan secara sukarela dan berkala di forum PBB. "Indonesia termasuk negara yang sangat ambisius atas SDGs dan telah mempresentasikan capaiannya pada 2017 dan pada 2019 ini," ujar Sille.
Dalam hal ini, peran dari Komisi Nasional HAM sangat penting untuk memastikan bahwa dimensi HAM menjadi ruh dari proses dan capaian SDGs. "Peran dari Komnas HAM diantaranya adalah memberikan saran dan melakukan investigasi jika ada pelanggaran HAM yang terkait dengan komitmen dalam SDGs," ujar Sille.
Ia juga menerangkan pengalaman dari Komnas HAM negara lain dalam mengintegrasikan SDGs dan HAM. Misalnya, Komnas HAM Argentina mengaitkan setiap kasus yang ditangani dengan komitmen SDGs, dan mensosialisasikannya ke publik melalui media sosial.
Sedangkan Mardi dari Bappenas menerangkan bahwa walaupun Komnas HAM hanya masuk dalam Tujuan Nomor 16 tentang Perdamaian dan Keadilan, namun setiap aspek SDGs sebenarnya terkait dengan tugas Komnas HAM. "Salah satu kelemahan SDGs adalah ketersediaan data, sehingga dalam hal ini Komnas HAM bisa berperan untuk menyampaikan data-datanya dalam database SDGs yang dikoordinir oleh Bappenas.
Melalui SDGs, data-data HAM yang selama ini kurang nampak akan bisa diekspose. Sehingga, promosi dan penegakan HAM akan lebih kongkret dan efektif.
Kegiatan ini adalah awal dari kerjasama Promosi SDGs di Asia Pasifik antara Komnas HAM dan DIHR yang akan berlangsung sampai dengan tiga tahun mendatang. (MDH)
Short link