Untuk mempercepat proses penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM, selain evaluasi mekanisme kerja juga penting untuk melakukan penguatan kapasitas staf di Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan.
Bagian ini menangani beragam pengaduan masyarakat, termasuk terkait penanganan perkara di Kepolisian. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan diskusi dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya di internal Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM.
Pada Senin, 25 Februari 2019, dilaksanakan diskusi tematik tentang prosedur penggunaan senjata api oleh Kepolisian. Hadir selaku narasumber AKP Herman Edco Simbolon S.IK Kanit III Subdit III Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Peserta berasal dari Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan serta perwakilan dari Bagian Pengaduan, Bagian Mediasi dan Bagian Pendidikan Penyuluhan Komnas HAM.
Narasumber memaparkan beberapa hal, Pertama, visi Resmob Polda Metro Jaya menjadi satuan kerja terdepan yang dapat dihandalkan dan siap melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan kejahatan jalanan secara profesional serta senantiasa memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap ancaman kriminalitas di wilayah hukum Polda Metro Jaya dengan motto We’ll never stop fighting crimes. Moto ini menegaskan bahwa Subdit Resmob tidak akan pernah berhenti untuk memberantas kejahatan.
Kedua, faktor pendukung terjadinya street crime antara lain kebodohan, kondisi keluarga/lingkungan, pengangguran, pengaruh miras/narkotik, kemiskinan, dan ketimpangan sosial.
Lantas ketiga, profil jumlah penduduk dan luasan wilayah hukum Polda Metro Jaya, jumlah penduduk di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebanyak 25.487.035 dengan luas 827.332 Ha, dan keempat, total 20 kasus upaya perlawanan yang dilakukan para Tersangka di lapangan meliputi mengancam dengan senjata tajam (3 kasus), mengancam dengan senjata api (1 kasus), mencoba merebut senjata (8 kasus), melawan petugas (8 kasus).
Lalu kelima, strategi meminimalisir penggunaan senjata api dalam jangka pendek adalah mengutamakan pembuktian, berpedoman pada prinsip HAM, pembinaan terhadap Tersangka, kerjasama dengan stake holder, meningkatkan sarana prasarana, dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Keenam, prosedur penggunaan senjata api berpedoman pada beberapa aturan seperti pasal 47 Perkap 8 No. Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, pasal 8 Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan.
Diskusi berlangsung dengan menarik, yang ditandai dengan pertanyaan yang diajukan oleh beberapa peserta dan kemudian narasumber memberikan tanggapan terhadap setiap pertanyaan sesuai pengetahuan dan pengalamannya selama ini.
Beberapa catatan penting dari diskusi tersebut bahwa setiap petugas yang hendak menggunakan senpi wajib mengajukan permohonan. Penilaian layak atau tidak pemberian senjata kepada anggota direkomendasikan oleh pimpinan selanjutnya dilakukan tes psikologi dan kejiwaan.
Setelah lulus tes, harus ada ijin secara tertulis dari istri anggota, kemudian setelah itu memperoleh surat persetujuan dari pimpinan. Pengawasan penggunaan senjata api melalui tes berkala yang dilakukan, dan apabila pimpinan menemukan gejala ketidaklayakan atas penggunaan senpi, pimpinan akan segera menarik senpi tersebut seperti kondisi psikologis atau laporan dari pihak keluarga.
Terkait pertanggungjawaban penggunaan senpi akan dinilai dan diawasi oleh pimpinan unit dan Propam. Di dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 setiap anggota Polri wajib untuk menyampaikan laporan penggunaan kekuatan termasuk penggunaan senjata api.
Kondisi apabila penggunaan senjata api atau tindakan tembak di tempat dilakukan tidak sesuai prosedur akan dikenakan sanksi administratif atau bahkan pidana. Persoalan administratif, secara kode etik akan diproses di lingkungan internal berupa teguran lisan, tertulis, penundaan pangkat bahkan sampai dipecat.
Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas wajib mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api, memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak, memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan senjata api dan membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Perkap 8 No. Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Sebagai penutup, narasumber menekankan bahwa pada intinya kehadiran petugas Resmob untuk menciptakan rasa aman dan nyaman untuk warga Jakarta dan wilayah lain yang masuk pada wilayah hukum Polda Metro Jaya. Selain itu, diskusi dengan Komnas HAM tentunya dapat menjadi kesempatannya untuk memberikan gambaran dan pemahaman petugas Polri bahwa petugas saat bekerja di lapangan memiliki tugas dan resiko yang cukup berat di lapangan. (Tamba)
Bagian ini menangani beragam pengaduan masyarakat, termasuk terkait penanganan perkara di Kepolisian. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan diskusi dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya di internal Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM.
Pada Senin, 25 Februari 2019, dilaksanakan diskusi tematik tentang prosedur penggunaan senjata api oleh Kepolisian. Hadir selaku narasumber AKP Herman Edco Simbolon S.IK Kanit III Subdit III Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Peserta berasal dari Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan serta perwakilan dari Bagian Pengaduan, Bagian Mediasi dan Bagian Pendidikan Penyuluhan Komnas HAM.
Narasumber memaparkan beberapa hal, Pertama, visi Resmob Polda Metro Jaya menjadi satuan kerja terdepan yang dapat dihandalkan dan siap melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan kejahatan jalanan secara profesional serta senantiasa memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap ancaman kriminalitas di wilayah hukum Polda Metro Jaya dengan motto We’ll never stop fighting crimes. Moto ini menegaskan bahwa Subdit Resmob tidak akan pernah berhenti untuk memberantas kejahatan.
Kedua, faktor pendukung terjadinya street crime antara lain kebodohan, kondisi keluarga/lingkungan, pengangguran, pengaruh miras/narkotik, kemiskinan, dan ketimpangan sosial.
Lantas ketiga, profil jumlah penduduk dan luasan wilayah hukum Polda Metro Jaya, jumlah penduduk di wilayah hukum Polda Metro Jaya sebanyak 25.487.035 dengan luas 827.332 Ha, dan keempat, total 20 kasus upaya perlawanan yang dilakukan para Tersangka di lapangan meliputi mengancam dengan senjata tajam (3 kasus), mengancam dengan senjata api (1 kasus), mencoba merebut senjata (8 kasus), melawan petugas (8 kasus).
Lalu kelima, strategi meminimalisir penggunaan senjata api dalam jangka pendek adalah mengutamakan pembuktian, berpedoman pada prinsip HAM, pembinaan terhadap Tersangka, kerjasama dengan stake holder, meningkatkan sarana prasarana, dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Keenam, prosedur penggunaan senjata api berpedoman pada beberapa aturan seperti pasal 47 Perkap 8 No. Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, pasal 8 Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan.
Diskusi berlangsung dengan menarik, yang ditandai dengan pertanyaan yang diajukan oleh beberapa peserta dan kemudian narasumber memberikan tanggapan terhadap setiap pertanyaan sesuai pengetahuan dan pengalamannya selama ini.
Beberapa catatan penting dari diskusi tersebut bahwa setiap petugas yang hendak menggunakan senpi wajib mengajukan permohonan. Penilaian layak atau tidak pemberian senjata kepada anggota direkomendasikan oleh pimpinan selanjutnya dilakukan tes psikologi dan kejiwaan.
Setelah lulus tes, harus ada ijin secara tertulis dari istri anggota, kemudian setelah itu memperoleh surat persetujuan dari pimpinan. Pengawasan penggunaan senjata api melalui tes berkala yang dilakukan, dan apabila pimpinan menemukan gejala ketidaklayakan atas penggunaan senpi, pimpinan akan segera menarik senpi tersebut seperti kondisi psikologis atau laporan dari pihak keluarga.
Terkait pertanggungjawaban penggunaan senpi akan dinilai dan diawasi oleh pimpinan unit dan Propam. Di dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 setiap anggota Polri wajib untuk menyampaikan laporan penggunaan kekuatan termasuk penggunaan senjata api.
Kondisi apabila penggunaan senjata api atau tindakan tembak di tempat dilakukan tidak sesuai prosedur akan dikenakan sanksi administratif atau bahkan pidana. Persoalan administratif, secara kode etik akan diproses di lingkungan internal berupa teguran lisan, tertulis, penundaan pangkat bahkan sampai dipecat.
Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas wajib mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api, memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak, memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan senjata api dan membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Perkap 8 No. Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Sebagai penutup, narasumber menekankan bahwa pada intinya kehadiran petugas Resmob untuk menciptakan rasa aman dan nyaman untuk warga Jakarta dan wilayah lain yang masuk pada wilayah hukum Polda Metro Jaya. Selain itu, diskusi dengan Komnas HAM tentunya dapat menjadi kesempatannya untuk memberikan gambaran dan pemahaman petugas Polri bahwa petugas saat bekerja di lapangan memiliki tugas dan resiko yang cukup berat di lapangan. (Tamba)
Short link