Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah, mengikuti Focus Group Discussion yang diadakan oleh Divisi Hukum Mabes Polri di Hotel Diradja, Jakarta Selatan, pada Kamis (17/2).
Dengan tema pencegahan dan penanganan tindak pidana pemilu khususnya politik identitaa, acara dihadiri oleh seluruh perwakilan polda se-Indonesia.
Dalam acara tersebut, Hairansyah memaparkan tentang pencegahan, penanganan dan peran aktif pihak-pihak terkai dalam menangani politik identitas agar tidak mendicerai kualitas pemilu yang akan berlangsung pada 17 April 2019.
Politik identitas adalah upaya melakukan politisasi identitas bersama atau perasaan 'kekitaan' yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok untuk kepentingan politik dengan mengabaikan kelompok minoritas.
Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.
Bahayanya, politik identitas sangat rentan memicu perpecahan karena disebarkan secara massif melalui berbagai cara termasuk media sosial. Saat ini, politik identitas menjelang pemilu 2019 lebih menekankan dari sisi agama.
Hairansyah menerangkan, diskriminasi semakin meningkat secara perorangan maupun kelompok seiring berjalannya waktu menjelang pemilu 2019.
"Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kualitas pemilu. Media sosial saat ini menjadi sarana penting dalam penyebaran hoax, terutama dalam hal politik identitas," ujar Hariansyah.
Dengan demikian, kata Hairansyah, seluruh pihak berwenang turut berperan aktif dalam pengawasan pelanggaran tersebut.
Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, diantaranya Kemenkominfo terkait pengawasan media sosial menjelang pemilu 2019.
Dalam FGD ini, Komnas HAM menekankan agar seluruh jajaran Polri dan berperan aktif dalam pengawasan politik identitas dan menyelaraskan sudut pandang bersama.
"Agar nantinya dalam penanganan kasus pelanggaran pemilu terkait politik identitas ini tetap tidak mengesampingkan HAM," tegas Hariansyah. (Rifai)
Dengan tema pencegahan dan penanganan tindak pidana pemilu khususnya politik identitaa, acara dihadiri oleh seluruh perwakilan polda se-Indonesia.
Dalam acara tersebut, Hairansyah memaparkan tentang pencegahan, penanganan dan peran aktif pihak-pihak terkai dalam menangani politik identitas agar tidak mendicerai kualitas pemilu yang akan berlangsung pada 17 April 2019.
Politik identitas adalah upaya melakukan politisasi identitas bersama atau perasaan 'kekitaan' yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok untuk kepentingan politik dengan mengabaikan kelompok minoritas.
Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.
Bahayanya, politik identitas sangat rentan memicu perpecahan karena disebarkan secara massif melalui berbagai cara termasuk media sosial. Saat ini, politik identitas menjelang pemilu 2019 lebih menekankan dari sisi agama.
Hairansyah menerangkan, diskriminasi semakin meningkat secara perorangan maupun kelompok seiring berjalannya waktu menjelang pemilu 2019.
"Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kualitas pemilu. Media sosial saat ini menjadi sarana penting dalam penyebaran hoax, terutama dalam hal politik identitas," ujar Hariansyah.
Dengan demikian, kata Hairansyah, seluruh pihak berwenang turut berperan aktif dalam pengawasan pelanggaran tersebut.
Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, diantaranya Kemenkominfo terkait pengawasan media sosial menjelang pemilu 2019.
Dalam FGD ini, Komnas HAM menekankan agar seluruh jajaran Polri dan berperan aktif dalam pengawasan politik identitas dan menyelaraskan sudut pandang bersama.
"Agar nantinya dalam penanganan kasus pelanggaran pemilu terkait politik identitas ini tetap tidak mengesampingkan HAM," tegas Hariansyah. (Rifai)
Short link