Latuharhary - Lima lembaga negara mulai menyusun draft pemantauan bersama di tempat-tempat penahanan. Upaya ini dilakukan agar indikator pemantauan menghasilkan temuan valid tentang kondisi di tempat penahanan.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga memimpin kegiatan diskusi terpadu pembahasan draft tersebut di Hotel Atlet Century Park Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019). Lima lembaga negara yang hadir, antara lain: Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Diskusi bertajuk "Panduan dan Indikator Pemantauan Bersama Tempat-Tempat Penahanan" merupakan bagian dari Program National Preventive Mechanism (NPM) kerja bersama lima lembaga negara tersebut. Turut hadir organisasi non pemerintah, antara lain International Organization for Migration (IOM) Indonesia, Perhimpunan Jiwa Sehat, LBHM, LBH Apik Jakarta, Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia Foundation, Human Rights Working Group (HRWG), dan Center for Detention Studies (CDS).
Panduan ini diharapkan menjadi alat praktis yang digunakan oleh staf anggota lima lembaga negara saat memantau indikasi terjadinya penyiksaan atau tindakan kesewenang-wenangan di tempat penahanan. Adapun draft panduan dan indikator pemantauan bersama tempat-tempat penahanan ini sebelumnya telah diujicobakan saat proses pemantauan di Lapas Paledang, Lapas Cibinong, Rutan Pondok Bambu, Lapas Salemba, Rutan Depok, dan Lapas Gunung Sindur.
Diskusi ini juga menjadi ajang tukar informasi dan pengalaman dalam hal pemantauan. Seperti penuturan perwakilan dari LPSK Achmad Soleh, "Ada beberapa kendala yang mungkin menjadi pembelajaran, yakni soal membedakan temuan atau fakta, yang perlu dipertajam dan dibuat model yang lebih sederhana. Sehingga memudahkan pengguna di lapangan,” ujarnya.
Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti, mengapresiasi konten pedoman yang mencakup pemantauan bersama di ruang penahanan serupa tahanan, yaitu panti sosial rehabilitasi kaum disabilitas mental, mengingat masih banyaknya tindakan perantaian dan isolasi di panti rehabilitasi maupun panti sosial.
Yeni mengharapkan untuk memperluas kerjasama pencegahan penyiksaan pada kementerian dan lembaga terkait kesehatan, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Dalam Negeri. Ia juga ingin agar rekomendasi yang dikeluarkan nantinya memiliki kekuatan untuk dapat dilakukan perubahan.
Merespon hal itu, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga menjelaskan bahwa kerja sama akan diperluas dengan melibatkan K/L terkait. ”MoU rencananya memang ditargetkan untuk diperluas seperti dengan Polri, Kemensos, Kemenkes, dan Kemendagri,” ujarnya.
Ia kemudian juga menekankan bahwa prinsip kerja sama yang dilakukan antara kelima lembaga negara dengan K/L nantinya berprinsip korektif dan bukan menghakimi. “Ketika Optional Protocol to The Convention Against Torture (OPCAT) diratifikasi di Indonesia, maka kerja bersama lima lembaga Negara yang tergabung dalam National Preventive Mechanism yang akan mengelaborasi. Sekarang kita menyamakan persepsi dengan kementerian dan lembaga lain untuk pencegahan penyiksaan dengan semangat korektif bukan shaming,”pungkas Sandra. (AAP/IW)
Short link