Depok - Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia kepada korban maupun keluarga korban hingga saat ini.
"Semua pihak yang berkepentingan perlu menyamakan persepsi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat," ucap Komisioner Komnas HAM RI Amiruddin dalam Seminar Pekan HAM Universitas Indonesia 2019 bertajuk "Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Pekerjaan Rumah yang Tak Terselesaikan?" yang diselenggarakan oleh BEM UI di Gedung Fakultas Hukum UI, Depok (5/12/2019).
Komnas HAM telah menangani 15 kasus pelanggaran HAM masa lalu. Tiga kasus diantaranya, Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura telah memiliki putusan pengadilan ad hoc namun tidak ada penetapan pelaku pelanggaran HAM berat pada kasus tersebut.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, sebut Amiruddin, belakangan ini tidak menunjukkan progress yang berarti. "Lima tahun terakhir, penyelesaian kasus pelanggaran HAM mangkrak karena yang bergerak hanya Komnas HAM," terangnya.
Padahal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa butuh komitmen bersama kebangsaan sekaligus perlu adanya dasar hukum sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dan pemenuhan hak korban.
Sementara itu, Amiruddin menyambut baik rencana Menkopolhukam Mahfud MD dalam penyelesaian HAM berat masa lalu. "Saya menyambut baik gagasan yang disampaikan Pak Menko. Pak Menko akan mencoba mengagas upaya baru untuk penyelesaian masalah hak asasi manusia. Kita menunggu gagasannya seperti apa," ujar Amir.
Menanggapi hal tersebut, dirinya mengatakan perlu memastikan dua hal terhadap gagasan tersebut. Yang utama, yaitu keadilan harus bisa dirasakan korban dan anggota keluarga. Yang kedua, memastikan proses berjalan terbuka sehingga semua pihak bisa melihat dan memantau proses tersebut.
Seminar tersebut juga dihadiri pembicara lain yaitu Arteria Dahlan (Anggota Komisi III DPR RI), Taufik Basari (Anggota Komisi III DPR RI), Junaedi Saibih (Wakil Sekjen ILUNI UI), M. Jibril Avessina (Ketua Policy Center ILUNI UI) serta Suryo Susilo (Forum Silahturahmi Anak Bangsa) dan diramaikan oleh peserta seminar yang berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, hingga aktivis pengiat HAM. (AM/IW)
Short link