Latuharhary - Pembela hak asasi manusia (Human Rights Defender/HRD) memerlukan penanganan serta pemahaman khusus.
“Ini juga penting lembaga negara dan aparat hukum belum memiliki perspektif yang sama soal pembela HAM terutama perempuan pembela HAM harus adanya pengarusutamaan informasi di tingkat lembaga negara," terang
Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Hairansyah dalam forum diskusi yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan bertajuk "Mewujudkan Perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM dalam Kepemimpinan Baru Indonesia", di Museum Nasional Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2019).
Secara rinci, ia pun menyampaikan bahasan mengenai Agenda Perlindungan Human Right Defender (HRD) dan Woman Human Right Defender (WHRD) sebagai bagian dari advokasi HAM kedepan.
Hairansyah memaparkan sebab-sebab kasus yang menimpa para pembela HAM. Salah satunya terjadi karena masih belum ada pengakuan, sehingga diperlukan aturan hukum yang kuat sebagai perlindungan bagi para pembela HAM. Selain itu, pemahaman pemerintah dan publik akan kehadiran pembela HAM belum maksimal.
Untuk itu, Komnas HAM melakukan sejumlah upaya strategis dalam perlindungan terhadap pembela HAM. Sejak 2016, ada kegiatan terkait pembela HAM, antara lain adanya special rapporteur yang bertugas melakukan, menggiring, dan mengawal isu-isu tentang pembela HAM.
“Sekarang Komnas HAM sudah membentuk tim HRD yang di dalamnya juga terdapat WHRD, tim ini dibentuk dan sudah bekerjasama dengan koalisi NGO lainnya untuk memperkuat dan mengarusutamakan isu mengenai pembela HAM dan mendorong adanya kebijakan dari negara untuk melakukan perlindungan pembela HAM dan tentu melakukan pemantauan terhadap kasus-kasus menyangkut para pembela HAM,” jelas Hairansyah.
Upaya lainnya, menerbitkan surat keterangan bahwa pembela HAM yang merasa terancam dan datang melapor selanjutnya berada di bawah pengawasan Komnas HAM. Surat keterangan ini untuk menghindari upaya-upaya intimidasi, ancaman pembunuhan, dan kriminalisasi. Surat ini memastikan bahwa para pembela HAM ini secara undang-undang wajib mendapat perlindungan hukum.
Terkait kriminalisasi para pembela HAM, Komnas HAM juga dapat memberi pendapat spesifik terkait upaya-upaya pembelaan HAM di pengadilan (Amicus Curiae). Selain itu, Komnas HAM memiliki peraturan Komnas HAM Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM tidak bisa berjalan sendiri. Untuk itu, Komnas HAM juga mengembangkan jaringan Pembela HAM. “Tidak mungkin, isu HAM ini hanya diselesaikan oleh Komnas Perempuan, Komnas HAM kemudian lembaga-lembaga yang lain, tapi perlu jaringan bersama untuk melakukan itu termasuk para korban dan para pendamping untuk secara bersama menyuarakan," imbuh Hairansyah. (AAP/IW)
Short link