Latuharhary - Sebanyak 11 berkas kasus pelanggaran HAM berat yang telah dilimpahkan oleh Komnas HAM ke Kejaksaan Agung sampai saat ini belum ditindaklanjuti.
“Secara umum kami melihat ada hal-hal yang memang terus bergerak di beberapa bagian, ada kemajuan dengan beberapa catatan,” tutur Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers bertema “Isu HAM Periode 2 Jokowi” di Kantor Komnas HAM, Kamis (28/11/2019).
Taufan pun mengelompokkan kasus tersebut dalam dua isu sentral yang akan diajukan ke Presiden RI untuk ditindaklanjuti. Pertama, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat masa lalu, seperti Peristiwa 1965, Kasus Rumah Gedong 1989, Peristiwa Trisakti 1998, Kasus santet, ninja, dan orang gila di Banyuwangi 1998.
Klasifikasi kasus lainnya terjadi sebelum UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM diberlakukan. Diantaranya, Peristiwa Wasior, Peristiwa Wamena, Peristiwa Jambu Kepuk, dan Peristiwa Paniai 2014.
“Kami berharap kabinet yang membidangi masalah-masalah ini segera mengambil langkah sehingga dalam enam bulan kedepan kita sudah mengetahui langkahnya itu apa,” kata Komisioner Amiruddin menambahkan.
Amiruddin menyebutkan jika pemerintah melalui Menkopolhukam menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pengadilan HAM (yudisial), harus segera di koordinasikan dan ditindaklanjuti dengan berbagai instansi terkait. Sementara, jika pemerintah menempuh jalur non-yudisial mekanismenya harus jelas dan transparan.
Terkait hal ini, Beka Ulung Hapsara menambahkan bahwa pemerintah juga harus memerhatikan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Pemerintah harus melakukan pemulihan korban dan juga pemenuhan hak-hak korban, melalui konseling, konsultasi, menghilangkan trauma, bantuan medis korban, serta penghapusan stigma negatif terhadap korban dan keluarga korban,” tutur Beka.
Kedua, penanganan konflik sumber daya alam (SDA) masih menjadi pengaduan yang banyak disampaikan ke Komnas HAM. Berbagai isu konflik SDA masih mewarnai dalam perjalanan Pemerintahan Presiden Jokowi pada periode pertama. Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga pun mencermatinya melalui penerapan Reforma Agraria melalui Perpres Nomor 86 Tahun 2018.
Tindak lanjutnya oleh pemerintah, urai Sandra, masih sangat minim. Pemerintah hanya menerbitkan sertifikat individual, pemulihan tanah-tanah secara kolektif belum dilakukan.
“Konflik-konflik agraria harusnya jadi prioritas. Reforma agararia tidak dapat dilakukan jika konflik tidak diselesaikan,” tegas Sandra.
Banyak potensi pelanggaran HAM dalam konteks pembangunan infrastruktur, diakui Sandra, terjadi di sektor pembangunan infrastruktur yang tidak didahului dengan penyelesaian konflik agraria.
“Perhatian HAM dalam konflik agararia harus menjadi fokus pemerintah ke depan sebelum kita membuka lebar-lebar ranah investasi. Investasi akan berdampak serius pada konflik agraria karena akan menambah lapisan konflik baru dan akan berdampak pada pelanggaran hak lainnya,” tukas Sandra. (SP/IW)
Short link