Jember – Implementasi Kabupaten Kota HAM di Indonesia menjadi salah satu tema diskusi paralel Festival HAM 2019 yang digelar di ruang Aula Bawah 2 Gedung Pemerintah Daerah Jember, pada Rabu (20/11/2019).
Diskusi ini cukup banyak melibatkan narasumber yang merupakan pemangku kebijakan di sejumlah daerah dan telah menerapkan HAM sebagai landasan pengelolaan daerahnya yaitu Dewanti Rumpoko (Walikota Kota Batu), Ibnu Sina (Walikota Kota Banjarmasin), Soekirman (Bupati Serdang Bedagai), John Bala (PBH Nusra Maumere NTT), Hanafi (Asisten 5 Walikota Kota Bogor), dan Agas Andreas (Bupati Kabupaten Manggarai Timur).
Sesi ini dimulai dengan pemaparan dari Kota Batu Provinsi Jawa Timur oleh Walikotanya langsung, Drs. Dewanti Rumpoko. Dewanti menjelaskan terkait data statistik ekonomi di Kota Batu yang berkembang sangat baik dan menonjol di level provinsi bahkan Indonesia. Hal menarik lainnya yang utarakan oleh Dewanti ialah terkait Gini Ratio yang rendah di Kota Batu.
“Perdapatan utama Kota Batu bersumber dari sektor pariwisata bahkan secara ekonomi sektor ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan ekonomi Kota Batu. Kota Batu menjadi salah satu kota yang menonjol secara ekonomi di level Provinsi Jawa Timur bahkan Indonesia. Yang cukup menggembirakan, data Gini Ratio atau Indeks ketimpangan antara masyarakat kaya dan miskin di Kota Batu hanya 0,291%, salah satu yang terendah di Indonesia,” papar Dewanti.
Terkait implementasi hak asasi manusia, lanjut Dewanti, Kota Batu telah membuka akses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Beberapa di antaranya meliputi pemenuhan hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak anak, hak perempuan, hak kependudukan, hak pekerjaan, hak lingkungan berkelanjutan, hingga hak beragama dan berkeyakinan.
“Mayoritas masyarakat Kota Batu memang beragama muslim, namun cukup banyak institusi pendidikan agama yang beroperasi di Kota Batu. Sebut saja Sekolah Al Kitab Batu, Institut Injil Indonesia, termasuk Perguruan Tinggi Agama Budha yang merupakan satu satunya di Indonesia bisa berdiri dan eksis di Kota Batu. Pure Giri Arjuna juga ada di Batu. Meskipun begitu, masyarakat di sana sangat toleran,” ungkap Dewanti.
Pada kesempatan yang sama, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina menjelaskan bahwa kota seribu sungai tersebut telah menjadi kota bebas pasung dan kota disabilitas. Hal ini tertuang pada Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas dan Surat Keputusan Walikota Banjarmasin No. 860 Tahun 2018 tentang Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Peduli Disabilitas.
Selain itu, guna mendukung akses bagi para penyandang disabilitas serta menguatkan predikat Banjarmasin sebagai kota inklusi, lanjut Ibnu Sina, Kota Banjarmasin telah mengembangkan salah satu aplikasi guna mendata penduduk yang disabilitas.
“Menjelang pilpres, kita telah mengupdate data kependudukan. Penyandang disabilitas yang memiliki hak pilih itu kurang lebih 900 orang. Setelah didata menggunakan aplikasi, kemudian kita dapat memantau posisi teman-teman disabilitas ini. Selain membangun infrastruktur/ fasilitas umum untuk penyandang disabilitas, kami juga telah membangun 51 sekolah inklusi dan 7 sekolah berkebutuhan khusus,” papar Ibnu Sina.
Terkait Kota Serdang Bedagai, Soekirman selaku Bupati mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjalankan agenda program pelaksanaan SDG’s, bahkan telah dirumuskan hingga tahun 2030. Soekirman juga menegaskan bahwa jajaran birokrasi harus mampu menterjemahkan kebijakan hak asasi manusia sampai ke wilayah aksi.
“Agenda tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan (SDG’s) haruslah dipahami oleh jajaran kabinet. Melalui kegiatan seperti Festival HAM ini, sejatinya dapat memberikan inspirasi, ide-ide dan inisiatif bagi saya, sehingga dapat diimplementasikan di kabupaten/kota masing masing,” jelas Soekirman.
Selain itu, Soekirman turut memaparkan bahwa Banjarmasin telah melakukan berbagai kegiatan berbasis HAM meliputi sektor pendidikan, pertanahan, keagamaan, kesehatan, perempuan dan anak, olahraga, sosial, kependudukan, informasi, hingga fokus pada pembangunan berbasis HAM melalui pendekatan berbasis budaya.
“Di bidang budaya, kami telah meresmikan Kampung Budaya Jawa di Kampung Ibus Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah. Selain Kampung Jawa, juga telah diresmikan Kampung Budaya Melayu yang terletak di Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai,” ucap Soekirman.
Hanafi, selaku Asisten 5, yang mewakili Walikota Bogor, menampilkan beberapa program pemenuhan HAM Kota Bogor yang telah direalisasikan seperti pembangunan jalur pedestrian yang terintegrasi di pusat kota, pembangunan kampung wisata, revitalisasi pasar tradisional, kampung yang bersih dan hijau, hingga pembangunan pusat kuliner di setiap kecamatan. Selain penjelasan terkait program yang berjalan di Kota Bogor, Hanafi turut memaparkan terkait permasalahan sosial yang ada di Kota Bogor.
“Beberapa permasalahan sosial yang ada di Kota Bogor ialah penolakan perayaan cap go meh oleh Forum Muslim Bogor tahun 2019, penolakan renovasi masjid Imam Bin Hambal tahun 2018, penolakan pendirian gereja Yasmin tahun 2006,” papar Hanafi.
Agas Andreas selaku Bupati Manggarai Timur menuturkan bahwa kota yang dipimpinnya tersebut termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Oleh karenanya, beberapa program unggulan pada tahun pertama dan kedua lebih memfokuskan pada pembangunan infrastruktur dan fokus untuk menegaskan Manggarai Timur sebagai Kabupaten HAM.
“Program unggulan pada tahun pertama difokuskan pada pembangunan infrastruktur. Pasalnya pemenuhan kebutuhan dasar masih menjadi persoalan baik terkait listrik dan air minum. Pada tahun kedua, fokus untuk menegaskan Manggarai Timur sebagai kabupaten HAM. Upaya yang dilakukan ialah melakukan pendekatan pelaku yaitu mengorganisir pelaku kekerasan, diberi pelatihan dan digaji. Selain itu, kami juga menargetkan 9 camat perempuan, telah terpilih 2 Kepala Desa perempuan, 3 Camat perempuan,” papar Agas.
Berbeda dengan beberapa narasumber sebelumnya, Perwakilan PBH Nusra Maumere NTT, John Bala lebih fokus membahas terkait pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat khususnya peristiwa 65/66. Dalam rangka strategi pendekatan terhadap korban, John mengaku menggunakan pendekatan konsolidasi para pihak, untuk penguatan korban dan perubahan kebijakan.
“Dalam upaya dan strategi pemulihan hak korban 65/66, tertuang dalam Sikka inklusi berbasis HAM, meliputi aksi afirmasi. Korban 65/66 dimasukan dalam kategori kelompok rentan lainnya. Beberapa di antaranya, yakni perbaikan data kependudukan, akses layanan sosial dan bantuan pemerintah, pengembangan ekonomi keluarga, pengembangan demokrasi inklusi level desa, rekonsiliasi lokal dengan pendekatan budaya,” papar John Bala.
Sebagai penutup sesi paralel “Implementasi Kabupaten/Kota HAM di Indonesia”, Beka Ulung Hapsara memaparkan terkait laporan dewan HAM PBB yang telah dirilis pada bulan September 2019 lalu yang mengakui pendekatan Kabupaten/Kota HAM di dunia dan Indonesia. Selain itu, Beka juga menegaskan bahwa masa depan Indonesia akan cerah dalam hal hak asasi manusia, apabila inisiatif implementasi Kabupaten/Kota semakin luas, inovatif dan banyak aktor yang terlibat.
“Dua kota di Indonesia disebut secara resmi dalam laporan dewan HAM PBB, yaitu Kabupaten Pak-Pak Bharat karena regulasi yang dihasilkan untuk mendorong perlindungan HAM serta, Banda Aceh melalui Qanun yang telah mendorong remedi korban pelanggaran HAM yang berat,” tutup Beka.
Beka juga menyampaikan bahwa diskusi akan ditutup dengan penandatangan Nota Kesepahaman antara Komnas HAM dan Pemerintah Kota Banjarmasin terkait pelaksanaan Festival HAM 2020 di Kota Banjarmasin.
“Bapak/Ibu, Saya sampaikan bahwa kali ini ada tambahan sesi, yakni diakhir diskusi kali ini akan ada penanda tanganan MOU antara Komnas HAM dengan Pemerintah Kota Banjarmasin. Sekaligus ini juga pengumuman bahwa tahun depan, Festival HAM 2020 akan diselenggarakan di Banjarmasin,”jelas Beka. (Radhia/ENS)
Short link