Jakarta - Aksi anarkhis akibat intoleransi di Indonesia makin meningkat. Komnas HAM ingatkan fondasi dasar dalam bermasyarakat.
"Komnas HAM melihat dari jumlah pengaduan yang setiap tahunnya semakin meningkat dari kelompok tertentu, ada hal-hal terkait SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), dan radikalisme yang berujung pada aksi intoleransi, baik yang secara langsung maupun melalui sekolah-sekolah yang ada di desa atau sekolah yang ada kota yang fasilitasnya lebih eksklusif," ungkap Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam peringatan Hari Toleransi Internasional bertema "Meneguhkan Toleransi Beragama, Merawat Kebhinnekaan Indonesia",di Hotel Grand Sahid Jaya, Jumat (15/11/2019).
Aksi massa yang anarkis pun tak terelakkan. Perusakan rumah ibadah yang dilakukan kelompok tertentu serta pengusiran kelompok agama minoritas maupun pemeluk kepercayaan pun terjadi.
Taufan mencermati fenomena ini karena sebagian besar pemimpin daerah belum memahami fondasi dasar toleransi. "Banyak kekeliruan yang selama ini dibuat oleh para wali kota dalam konteks melindungi semua tanpa kecuali,"cetus Taufan.
Toleransi, lanjutnya, merupakan fondasi sosial bagi bangunan harmoni dalam kebhinekaan yang memungkinkan terwujudnya inklusi dan kohesi sosial serta integrasi nasional. Oleh karena itu, setiap lapisan masyarakat harus bersama-sama mendorong agar toleransi menjadi etika kolektif dalam merespons perbedaan identitas, keyakinan, dan pandangan.
"Minimal dalam bentuk penghalusan ketidaksetujuan atau lebih jauh lagi melalui sikap menahan diri dari keinginan intervensi dan mengubah perbedaan," ujar Taufan menyarankan.
Idealnya, menurut Taufan, merawat dan memajukan toleransi harus dimulai dari pembangunan berbasis sosial yang mendorong toleransi menjadi etika kolektif dalam tata hidup damai di tengah aneka perbedaan. (EJ/IW)
Short link