Latuharhary - Unjuk rasa di berbagai kota di Papua, Papua Barat dan beberapa kota di Indonesia menentang peristiwa rasisme, intimidasi, kekerasan, penangkapan di sejak September 2019 menyebabkan banyak korban. Sinergi organisasi masyarakat sipil dengan Komnas HAM dan Lembaga Negara HAM lainnya diyakini bakal membuka jalan penyelesaian.
Komisioner Beka Ulung Hapsara menyebutkan bahwa Komnas HAM sudah memiliki tim kasus Papua.
“Komnas HAM harus ikut dalam gerakan besar yang digagas berbagai kelompok seperti ini karena kita berlomba dengan waktu. Selain itu, ada kepentingan dan rencana politik yang sangat besar seperti pemekaran Papua, investasi, infrastruktur yang harus kita kritisi. Padahal dari titik itulah semua potensi pelanggaran HAM itu masuk,” kata Beka saat menemui Panitia Honai untuk Advokasi Papua bersama Komnas Perempuan, Kamis (14/11/ 2019).
Beka juga menuturkan bahwa kesulitan Komnas HAM dalam mengawal proses hukum karena kawan-kawan pembela tidak selalu memberi update satu persatu peristiwa yang ada. Ia pun membuka ruang bagi masyarakat untuk menginformasikan perkembangan terkini Papua disertai data-data yang valid. Sekaligus mengajak pegiat Panitia Honai, Komnas Perempuan bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membangun protokol komunikasi agar tidak terjadi miskomunikasi.
“Teman-teman pendamping hukum silakan mengajukan laporan disertai kasus, nama, dan list apa yang kurang,“tambah Beka.
Organisasi bantuan hukum untuk Papua dan Jakarta yang tergabung dalam “Rumah Bersama untuk Advokasi Papua" berkomitmen menyelesaikan kasus Papua.
Salah satu panitia Honai, Alan, menyampaikan situasi terkini para korban peristiwa Papua. Prioritas utama saat ini, katanya, perlindungan dan pemenuhan hak korban-korban peristiwa rasisme di Papua. Disebutkan, ada 72 orang korban di Papua dan 104 orang korban di Papua Barat. Mereka membutuhkan perlindungan terhadap hak-ham korban.
Alan juga memaparkan bahwa korban kesulitan berkomunikasi dengan keluarga. Lantaran aksesnya terbatas, pendampingan hukum pun tak berlangsung optimal. Mereka yang terluka juga disebutkan tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Sebagian besar korban pun diketahui masih berstatus pelajar dan mahasiswa aktif yang tentu kehilangan hak studinya.
Pada akhir pertemuan, disepakati akan dilaksanakan pertemuan bersama antara Panitia Honai dengan Komnas HAM, LPSK, KPAI, dan Komnas Perempuan. Pertemuan ini akan membahas info terbaru kasus, protolol komunikasi, serta strategi penyelesaian kasus Papua. (SP/IW)
Short link