Latuharhary - Komnas HAM terus mendorong penyelesaian permasalahan Papua melalui berbagai upaya.
Komnas HAM melakukan diskusi dengan Perwakilan Pusat Kajian Hukum dan HAM Universitas Cendrawasih terkait kerangka draft Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua bertempat di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai perlunya melihat secara detail untuk dapat memberikan masukan atas usulan draft KKR. "Saya juga membayangkan Komnas akan memberikan return comment berupa naskah tertulis pada draft KKR dengan menitikberatkan protokol-protokol dan prinsip-prinsip instrumen HAM," terangnya.
Selain itu, Beka juga memberikan pandangannya terkait status KKR Papua. "Soal ad hoc atau permanen, saya membayangkan KKR hanya ad hoc," tegasnya. Ia menyebutkan jika KKR dipermanenkan tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak pelanggaran HAM yang terjadi.
Sampai saat ini, Komnas HAM sendiri menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat. Komnas HAM memiliki komitmen dalam penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM.
Dalam diskusi tersebut, Basir Rohrohmana salah satu anggota PUSHAM Universitas Cendrawasih menyampaikan bahwa pembentukan KKR Papua merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. "KKR itu amanat Otsus. KKR menjadi salah satu solusi untuk Papua," terangnya.
KKR Papua, ujar Basir, dirancang dengan memerhatikan sistem pelanggaran kejahatan HAM masa lalu sesuai dengan budaya masyarakat Papua. Sedangkan otsus penyelesaian menggunakan sistem non yudisial, namun juga memiliki fungsi peradilan.
Hadir pula dalam diskusi tersebut Kabag Pemantauan Komnas HAM Endang Sri Meilani, Kasubag Laporan Pemantauan dan Penyelidikan Nurjaman serta staf Bagian Dukungan Pemantauan. (AAP/AM/IW)
Short link