Jakarta - Gejolak sosial di tanah Papua kian memanas. Komnas HAM memberikan beberapa solusi agar pemerintah menjadikan isu rasisme tidak meluas dan membuka potensi pelanggaran hak asasi manusia.
"Ini (konflik Papua, -red) adalah permasalahan bangsa. Seharusnya permasalahan Papua menjadi prioritas nasional," ucap Komisioner Komnas HAM Amiruddin dalam Diskusi Publik Policy Center "Menakar Masa Depan Papua: Konflik, Resolusi dan Integrasi Sosial" yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Kampus UI Salemba, Jakarta (3/10/19).
Dorongan kepada pemerintah agar menjadikannya prioritas nasional karena konflik tersebut terkait permasalahan kemanusiaan. "Permasalahan kemanusiaan ini mendesak dan mendasar karena terkait kebutuhan sehari-hari," tegas Amir.
Salah satu upaya yang harus ditawarkan pemerintah Indonesia, menurutnya, dengan memfasilitasi mobilitas masyarakat yang ingin keluar dari Wamena ataupun wilayah Papua lainnya. Hal ini perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan psikologis.
Dorongan kepada pemerintah agar menjadikannya prioritas nasional karena konflik tersebut terkait permasalahan kemanusiaan. "Permasalahan kemanusiaan ini mendesak dan mendasar karena terkait kebutuhan sehari-hari," tegas Amir.
Salah satu upaya yang harus ditawarkan pemerintah Indonesia, menurutnya, dengan memfasilitasi mobilitas masyarakat yang ingin keluar dari Wamena ataupun wilayah Papua lainnya. Hal ini perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan psikologis.
Titik temu kebijakan mobilisasi masyarakat dengan psikis individu tersebut terlihat dari dinamika sosial di Papua. Adanya perubahan dinamika ini harus ditangani secara bijak dan tepat oleh semua pihak. Penyelesaian kasus Papua harus ada platform nasional yang dapat digunakan. Selain itu, perlu adanya keikutsertaan dari generasi muda Papua.
"Generasi muda Papua sudah berkembang, mereka perlu diajak bicara, dan sebaiknya diikutsertakan dalam penyelesaian Papua," cetusnya.
Ia juga menerangkan bahwa salah satu langkah yang akan diambil pemerintah adalah melakukan dialog. "Presiden memberi pernyataan ingin melakukan dialog. Tetapi harus jelas dialog seperti apa yang dimaksud, spesifikasi dialog seperti apa," ujar Amiruddin.
Amiruddin juga mengingatkan pentingnya menjalin komunikasi dan menumbuhkan rasa saling mengerti diperlukan dalam proses penyelesaian permasalahan Papua tersebut. "Butuh satu pintu yang jelas untuk menyampaikan komunikasi atau melakukan dialog," terang Amir.
Kontribusi dari ILUNI UI dalam penyelesaian permasalahan Papua ini juga ia harapkan. Terutama dalam bentuk gagasan serta realisasi yang membumi dalam mendorong penyelesaian Papua.
Dalam diskusi tersebut juga hadir Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono ( Direktur Eksekutif Papua Center FISIP UI), Dr. Ichan Malik (pakar psikologi konflik), Moksen Idris Sirfefa (Ketua Bidang Agama dan Ideologi Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) serta Mohammad Jibriel Avessina (Ketua Policy Center ILUNI UI). (AM/IW)
Short link