Kabar Latuharhary – Komnas HAM, melalui Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan, melakukan pemantauan ke Jayapura dan Wamena Jayawijaya, Provinsi Papua pada Senin s.d. Kamis, 14 s.d. 17 Oktober 2019, pasca mendapatkan informasi dan pengaduan peristiwa di Wamena pada tanggal 23 September 2019 yang menimbulkan korban jiwa, luka, hancurnya bangunan rumah, toko, fasilitas publik dan juga fasilitas pemerintahan.
Pemantauan Komnas HAM ini merupakan pelaksanaan fungsi Komnas HAM sebagaimana ketentuan Pasal 89 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam rangka menjalankan tugasnya, Tim Komnas HAM melakukan serangkaian koordinasi dan permintaan keterangan kepada Kapolda Papua, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kelompok Masyarakat Sipil dan Tokoh Agama Papua, Kapolres Jayawijaya, Dandim 1702/Jayawijaya, Bupati Jayawijaya, dan Rektor Universitas Cenderawasih.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan peninjauan lapangan ke lokasi peristiwa Wamena seperti lokasi pembakaran ruko-ruko milik masyarakat hingga lokasi gedung kantor Pemerintah Kabupaten Jayawijaya yang habis terbakar.
Setelah mengkaji dan menganalisis dengan seksama semua data, fakta, informasi dan temuan di lapangan, keterangan saksi, laporan, dokumen yang relevan, serta berbagai informasi lainnya, Komnas HAM RI berpendapat bahwa peristiwa Wamena merupakan sebuah tragedi kemanusiaan.
Tragedi ini telah mengakibatan jatuhnya korban jiwa sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang, korban luka 53 (lima puluh tiga) orang, bangunan milik masyarakat yang rusak dan terbakarnya sebanyak 530 (lima ratus tiga puluh) unit, rusaknya 238 (dua ratus tiga puluh delapan) unit kendaraan dan 17 (tujuh belas) unit gedung milik pemerintah.
Komnas HAM juga menilai bahwa peristiwa Wamena tidak terlepas dari peristiwa diskriminasi ras dan etnis yang terjadi di asrama mahasiswa Papua Surabaya yang kemudian dipicu adanya komunikasi verbal seorang Guru di SMA PGRI yang dituduhkan bertendensi negatif dan didasarkan pada rasa kebencian terhadap ras dan etnis Papua.
Terdapat Bukti Dugaan Pelanggaran HAM
Pada peristiwa Wamena, berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dijamin di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan di bidang hak asasi manusia khususnya UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asai Manusia.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada peristiwa di Wamena yaitu hak atas hidup (Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 jo Pasal 9 UU No 39 Tahun 1999), hak atas kepemilikan (Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999), dan hak atas rasa aman (Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 30 UU No 39 Tahun 1999).
Terkait temuan Komnas HAM tersebut, maka Komnas HAM menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pihak-pihak terkait. Pertama, Presiden RI, agar segera melakukan proses dialog di Papua dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Papua mulai dari Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Organisasi Masyarakat Sipil, dan pihak-pihak lainnya yang mewakili keseluruhan masyarakat Papua dalam kerangka perdamaian dan rekonsiliasi.
Kedua, Komnas HAM mendorong adanya pelaksanaan otonomi khusus Papua secara konsekuen dimana di dalamnya terdapat mekanisme mengenai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden sehingga dapat mempercepat proses perdamaian di Papua.
Ketiga, Komnas HAM meminta kepada Kepolisian Daerah Papua Cq Kepolisian Resor Jayawijaya agar proses penegakan hukum tetap dilanjutkan kepada siapapun yang diduga menjadi pelaku perusakan, pembakaran, penganiayaan, dan pembunuhan dalam peristiwa Wamena dengan tetap mempertimbangkan dan memperhatikan serta menghormati hak asasi manusia yang melekat pada para tersangka. (Nurjaman/ENS)
Short link