Latuharhary – Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, Sandrayati
Moniaga, menjadi fasilitator Rapat Koordinasi Kementerian/Lembaga/Badan,
Civil Society Organization (CSO) serta Kelompok Kerja Konvensi 2005 UNESCO terkait
isu Perlindungan dan Promosi Keberagaman
Ekspresi Budaya bertempat di Hotel Atlet Century, Jakarta (17/7/19).
Keterkaitan hak asasi manusia
terhadap pemajuan kebudayaan menjadi fokus diskusi tersebut. Sandra menilai
bahwa isu terkait HAM perlu menjadi perhatian serius bagi berbagai lembaga agar
tercipta jaminan kebebasan berekspresi. "Perlu adanya koordinasi dengan
Dirjen HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI untuk jaminan kebebasan berekspresi di
Indonesia," jelasnya.
Ia juga juga menyampaikan
harapannya agar diadakan pertemuan lebih lanjut guna membahas permasalahan yang
berkaitan dengan HAM dalam upaya pemajuan kebudayaan serta sosialisasi
sistematika penyusunan Laporan Empat Tahunan (Quadrennial Periodic Report/QPR)
kepada UNESCO. Pelaporan pertama telah dilakukan pada April 2016.
"Harus mengundang
orang-orang yang memiliki kapasitas untuk membedah permasalahan HAM yang
berkaitan dengan kebebasan berekspresi," tegas Sandra.
Hal tersebut ia tegaskan karena
melihat Laporan Periodik Empat Tahunan Indonesia Konvensi UNESCO 2005 tahun
2016 tidak memberikan paparan yang berkaitan dengan HAM di
Indonesia. Sedangkan pada Laporan Global Konvensi 2005 tahun 2018, isu
yang berkaitan HAM hanya mencakup gender dan kebebasan berartistik.
"Selain isu gender, perlu
adanya perhatian kepada kaum marginal lainnya seperti seniman, penyandang
disabilitas maupun LGBT," terang Sandrayati.
Konvensi UNESCO 2005 merupakan
instrumen internasional yang menyediakan kerangka kerja bagi tata kelola
kebudayaaan yang didasarkan pada prinsip kesadaran berekspresi, kesetaraan
gender, keterbukaan, dan keseimbangan terhadap budaya yang saling melengkapi
untuk pembangunan berkelanjutan.
Indonesia telah meratifikasi
Konvensi UNESCO 2005 tentang Pelindungan dan Promosi Keberagaman Ekspresi
Budaya. Indonesia pun berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan
berkala. Pada Laporan Global Konvensi 2005 tahun 2018, terdapat empat
target, yaitu mendukung sistem yang berkelanjutan untuk tata kelola kebudayaan,
mencapai keseimbangan dalam aliran barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas
dari artis dan tenaga profesional budaya, mengintegrasi kebudayaan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan serta mempromosikan hak-hak asasi manusia
dan kebebasan yang fundamental.
Dalam rangka menyiapkan dan
menyusun QPR jilid kedua tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menyelenggarakan rapat yang dihadiri oleh berbagai instansi
pemerintah serta lembaga masyarakat seperti Kominfo, Kemenpora, Kemenhukam,
Komnas HAM, BEKRAF, Lembaga Sensor Film Indonesia, Galeri Nasional, Balai
Pustaka, dan lainnya. Para peserta berpartisipasi dalam kelompok untuk
mendiskusikan empat target Konvesi UNESCO 2005.
Sementara itu, Kemendikbud
menyebutkan akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas format penyusunan
Laporan Periodik Empat Tahunan (QPR) dilanjutkan dengan pelatihan penyusunan
QPR pada 30 Juli - 1 Agustus 2019. (AM/IW)
Short link