Latuharhary - Komnas HAM menilai bahwa upaya pencegahan tindakan penyiksaan di Indonesia membutuhkan komitmen dan upaya dari seluruh pihak, demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Eksternal Sandrayati Moniaga pada Peluncuran Laporan Situasi dan Kondisi Penyiksaan di Indonesia untuk Periode 2018 – 2019, di Jakarta pada Rabu (26/6/2019).
“Upaya untuk menghentikan penyiksaan itu tidak boleh dilakukan hanya oleh satu dua lembaga, tetapi harus dilakukan oleh semua pihak,” katanya selaku penanggap dalam acara peluncuran tersebut.
Ia menyampaikan harapannya agar beragam aksi penyiksaan di seantero negeri dapat segera dihentikan serta ditangani secara serius di ranah kebijakan, kelembagaan hingga ranah budaya. “Budaya kekerasan dan penyiksaan itu harus dituntaskan hingga tak tersisa, bukan hanya di masyarakat, tetapi di kalangan aparat serta aparatur negara sipil,” tukasnya.
Perlu disampaikan bahwa selain mengajak untuk menghentikan penyiksaan, pada kesempatan tersebut KontraS juga melaporkan perihal Situasi dan Kondisi Penyiksaan di Indonesia untuk Periode 2018 – 2019 yang disampaikan dalam Buku Saku Advokasi Kasus Penyiksaan di Indonesia.
Buku ini berisi petunjuk dan pembelajaran yang dilakukan KontraS dalam memantau dan mengadvokasi kasus-kasus penyiksaan di Indonesia. Buku saku ini diluncurkan agar masyarakat tidak tergantung pada lembaga untuk mengadvokasi kasus penyiksaan yang terjadi di lingkungannya.
Laporan tahunan ini telah disampaikan oleh KontraS sejak tahun 2011. Koordinator KontraS, Yati Andriyani, secara terbuka memaparkan bahwa pada laporan tersebut, pihaknya juga menyertakan pandangan kritis serta rekomendasi bagi Pemerintah Indonesia agar dapat segera dilakukan perbaikan baik dari segi norma hukum maupun implementasi hukum serta proses penegakan hukum.
Data KontraS menunjukkan bahwa selama periode Juni 2018 s.d. Mei 2019 telah ditemukan sekitar 72 kasus penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat manusia yang mengakibatkan sebanyak 16 orang tewas dan 114 korban luka-luka.
“Kenapa penting memberikan dukungan pada korban penyiksaan? Ini tidak hanya terkait dengan hak-hak korban, tetapi juga kewajiban negara untuk memastikan praktik-praktik penyiksaan dihentikan dan tidak ditolerir sama sekali,” tegas Yati.
Acara ini dilaksanakan bertepatan dengan hari dukungan internasional untuk korban penyiksaan (Hari Anti Penyiksaan) yang diperingati setiap tanggal 26. Pada kesempatan tersebut juga tampak hadir Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Lilik Sujandi. (SP/IW/ENS)
Short link