Tim
Pencari Fakta Mabes Polri menemui Tim Komnas HAM untuk memaparkan temuan dari
peristiwa aksi 21-23 Mei 2019 di kantor Komnas HAM, Selasa (11/6/2019). Pihak
kepolisian yang hadir dipimpin Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen
Moechgiyarto, Kadivkum Irjend Mas Guntur Laupe serta anggota tim lainnya dari
Kapuslabfor, Kapusdokkes, Bareskrim,
Polres Jakarta Barat, Divisi Hukum Polri, dan Polda Metro Jaya. Ketua Komnas
HAM Ahmad Taufan Damanik langsung memimpin pertemuan didampingi komisioner
Komnas HAM lainnya, juga tiga orang ahli masing-masing mantan komisioner Komnas
HAM Marzuki Darusman, mantan duta besar Indonesia Makarim Wibisono, dan
Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid yang didapuk
ke dalam Tim Komnas HAM, berikut beberapa staf.
Paparan
diawali dengan penjelasan kronologi peristiwa 21-23 Mei yang terbagi menjadi
unjuk rasa damai dan aksi kerusuhan di beberapa titik.Berdasarkan laporan, ada
9 korban yang meninggal dunia pada peristiwa ini.Sekitar 447 orang diduga
menjadi pelaku kerusuhan dan sedang dalam tahap penyelidikan, 67 orang
diantaranya berusia anak-anak. Beberapa anak sudah mendapatkan putusan melalui
jalur diversi dan sedang menjalani pembinaan di Panti Sosial Mardi Putera
(PSMP) Handayani.Mereka di proses berdasarkan undang-undang SPPA (Sistem
Peradilan Pidana Anak).
Irwasum
dan jajarannya kemudian secara khusus memaparkan proses pengumpulan data di
lapangan terkait peristiwa 21-23 Mei 2019. Selain jumlah korban, kerugian serta
langkah-langkah dan tindakan Polri pada perusuh, mereka menjelaskan proses
investigasi penyebab korban yang meninggal.
“Ini
baru laporan sementara. Polri mengalami kesulitan dalam mencari tempat kejadian
perkara (TKP) korban meninggal dunia, sehingga Kapuslabfor kesulitan dalam
melakukan uji balistik. Kami juga meminta bantuan Komnas HAM untuk masuk ke
masyarakat dalam menemukan TKP,” kata Irwasum.
Ketua
Komnas HAM juga menuturkan, banyak laporan masuk ke Komnas HAM dari berbagai
pihak terkait peristiwa 21-23 Mei. Ada yang melaporkan kekerasan, orang
meninggal, bahkan juga laporan dugaan orang hilang (70 orang). Satu per satu
laporan itu didalami dengan mendatangi korban di rumah sakit, keluarga korban
yang meninggal, men-gunjungi lokasi kejadian perkara, mengecek ke berbagai
sumber informasi. Komnas HAM pun mendatangi RS Polri, termasuk menemui petugas
yang cedera dan berdiskusi dengan mereka.
“Komnas
HAM sedang mengumpulkan fakta tentang apa yang terjadi dan berusaha seobyektif
mungkin. Kami tentu mendukung langkah penegakan hukum Polri, tentu saja Komnas
HAM akan selalu menilai dan memberikan masukan dari sisi prosedur serta
mengenai kepatuhan pada standar dan norma HAM. Selain peraturan internal
Kapolri mengenai Protap penanganan kerusuhan massa, juga ada buku saku yang
sudah dihasilkan Komnas HAM dan Brimob. Yang tidak kalah pentingnya adalah
Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia maupun berbagai
instrumen internasional HAM lainnya sebagai pegangan di dalam setiap langkah
penegakan hukum saat menangani kerusuhan massa maupun di dalam proses
penyelidikan dan penyidikan kepolisian terhadap terduga atau tersangka
kerusuhan.Standar HAM itulah yang kami gunakan sebagai acuan dan itu pulalah
ranah kami sebagai lembaga negara di bidang hak asasi manusia”, tutur Taufan.
“Tugas
utama Komnas HAM adalah apabila terjadi civil disorder, maka Komnas HAM
meneliti dimensi perlindungan warga negara, termasuk dalam kondisi kerusuhan.
Sedangkan kepolisian memastikan tugas tanggung jawab perorangan. Untuk itu
diperlukan kerja sama kedua lembaga ini,” tambah Marzuki Darusman, senior ahli
yang ikut bergabung di dalam Tim Komnas HAM.
Komisioner
Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara juga menyampaikan
adanya pengaduan dari perwakilan korban 21-23 Mei. Korban meninggal disebutkan
berjumlah 10 orang, delapan orang di antaranya di Jakarta dan dua orang di
Pontianak.
Posisi
Komnas HAM dan Polri dalam penanganan peristiwa 21-23 Mei turut dipertegas
kembali oleh tim pemantauan.
Mobilisasi
massa via media sosial saat peristiwa terjadi menjadi perhatian Anita Wahid,
seorang ahli lain dari Tim Komnas HAM. Pantauan Cyber Crime Polri, menurutnya,
dapat menjadi pantauan pengamanan aksi. "Sebaiknya di Kepolisian ada
divisi yang mengatur info yang simpang siur karena memengaruhi psikologi warga daerah lain saat
peristiwa terjadi," jelas Anita.
Penyelesaian
kasus yang menyebabkan korban jiwa dan material tersebut juga didesak harus
dibuka kepada publik secara transparan.
“Banyak
hal yang menjadi perhatian publik dalam peristiwa ini, terutama jatuhnya korban
jiwa yang masih perlu pendalaman lebih jauh.Diharapkan pula penanganan terhadap
yang meninggal prosedur hukumnya lebih transparan,” kata Komisioner Pemantauan
dan Penyelidikan Komnas HAM Amiruddin.
Di
akhir pertemuan disepakati, Komnas HAM akan segera mengkaji dan mendalami
laporan sementara yang disampaikan Irwasum dan tim, setelah itu akan dilakukan
pertemuan kembali. Polri juga menjamin akses bagi Komnas HAM menemui tahanan,
termasuk anak-anak di bawah usia 18 tahun dan
memperoleh akses informasi proses penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian.Ketua
Komnas HAM mengapresiasi setiap langkah keterbukaan pihak Polri yang memang
sudah sejak lama memiliki kerja sama yang baik dengan Komnas HAM.
(SP/IW)
Short link