Latuharhary – Komnas HAM memperoleh informasi bahwa jumlah aparat polisi yang harus dirawat mencapai 26 orang, 9 orang di antaranya mendapatkan perlakuan rawat jalan dan sisanya harus menjalani opname, data ini diperoleh pada kunjungan ke RS Bhayangkara Polri – Kramat Jati, pada Rabu (23/05/2019).
Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM yang hadir pada kesempatan tersebut adalah Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), Hairansyah (Wakil Ketua Bidang Internal), dan sejumlah staf.
Tim berkunjung dalam rangka mengumpulkan keterangan saksi korban dari pihak aparat kepolisian. Sebagian mengaku ada yang dipukul pada bagian kepalanya, terkena lemparan batu, dan sebagian terjatuh karena amunisi sudah habis dan diserbu sehingga terjadi dislokasi pada bagian bahu.
Mendengar paparan para saksi korban, Taufan menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya pada level kerusuhan dan tingkat kebrutalan tertentu pada aksi demonstrasi, pihak aparat kepolisian dapat memberlakukan Standard Operating Procedure (SOP) yang bertujuan mengatasi kondisi massa yang mulai mengamuk.
“Artinya kan begini, ada standarisasi. Pada kondisi kerusuhan yang diwarnai aksi kebrutalan, dapat diberlakukan SOP tertentu,” ujarnya menanggapi kondisi massa yang mengamuk pada aksi dini hari di Asrama Brimob Petamburan beberapa waktu lalu.
Salah seorang korban Anggota Kepolisian mengaku terkejut mendapati masa mendatangi area pemukiman mereka pada dini hari. Perintah atasan kala itu, menurutnya, adalah bertahan dengan peluru karet dan gas air mata.
“Amunisi bergantian habis sehingga pihak polisi maju-mundur dari massa karena menunggu datangnya peluru karet dan gas air mata yang baru. Sampai akhirnya kondisi para polisi terdesak di antara gang-gang pemukiman yang sempit. Kejadian berlangsung sekitar Pukul 01.30 s.d. 05.30 WIB. Semakin pagi semakin banyak massa yang mau menyerang, dan massa yang mulai tahu amunisi polisi habis semakin menekan polisi yang ada di sana,” paparnya.
Ia mengungkapkan telah memerintahkan anggotanya untuk mundur dengan ikat (menahan) tembakan. Akan tetapi kepanikan membuatnya tersandung kabel HT miliknya yang terlilit di bagian paha kanan dan ditambah ada lemparan batu di bahu belakang sebelah kanannya. “Saya terjatuh tertelungkup dan langsung tidak dapat bangun. Ia mengalami dislokasi tulang bahu kanan. Anggota yang mengetahui kondisinya, langsung berinisiatif untuk menyeretnya sehingga kakinya pun ikut terluka karena bergesekan dengan aspal,” paparnya.
Ia menyampaikan bahwa lemparan batu yang mengarah ke pihak polisi seolah tiada henti. “Saya lihat sudah banyak karung dan di dalam karung itu isinya batu semua. Batunya nggak ada yang kecil, jadi memang benar sudah disubsidi,” tukasnya.
Batu yang dilihatnya paling kecil seukuran genggaman orang dewasa terdiri dari batu pecahan bangunan, batu bata, dan batu koral. Selain diserang berbagai macam batu dan Ia menambahkan ada yang menggunakan ketapel. Pembakaran juga terjadi akibat lemparan bom molotov dari massa yang mengamuk.
Ia mengakui adanya korban tembak peluru karet dari pihak peserta aksi. “Korban peluru karet dari pihak massa karena jarak mereka terlalu dekat dengan anggota kepolisian. Jarak tembak peluru karet hanya 5-10 meter saja. Saya hanya ingat perintah pimpinan, walaupun hati nurani saya mengatakan seharusnya kami menggunakan senjata tajam dalam kondisi seperti itu. Kami juga dibuat khawatir dengan kondisi anak-istri yang posisinya ada di dalam Asrama Petamburan. Kita khan juga manusia pak,” paparnya.
Perlu disampaikan bahwa saat peristiwa kerusuhan tersebut berlangsung, anak dan istri Anggota Kepolisian dievakuasi dari pagar bagian belakang Asrama yang berbatasan dengan sebuah Sekolah Dasar. “Saat anak dan istri kami dievakuasi, massa juga mengejar mereka (anak-istri anggota). Jika kami tidak melepaskan tembakan peluru karet, kemungkinan besar anak-istri anggota akan turut menjadi korban,” katanya.(Rebeca/ ENS)
Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM yang hadir pada kesempatan tersebut adalah Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), Hairansyah (Wakil Ketua Bidang Internal), dan sejumlah staf.
Tim berkunjung dalam rangka mengumpulkan keterangan saksi korban dari pihak aparat kepolisian. Sebagian mengaku ada yang dipukul pada bagian kepalanya, terkena lemparan batu, dan sebagian terjatuh karena amunisi sudah habis dan diserbu sehingga terjadi dislokasi pada bagian bahu.
Mendengar paparan para saksi korban, Taufan menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya pada level kerusuhan dan tingkat kebrutalan tertentu pada aksi demonstrasi, pihak aparat kepolisian dapat memberlakukan Standard Operating Procedure (SOP) yang bertujuan mengatasi kondisi massa yang mulai mengamuk.
“Artinya kan begini, ada standarisasi. Pada kondisi kerusuhan yang diwarnai aksi kebrutalan, dapat diberlakukan SOP tertentu,” ujarnya menanggapi kondisi massa yang mengamuk pada aksi dini hari di Asrama Brimob Petamburan beberapa waktu lalu.
Salah seorang korban Anggota Kepolisian mengaku terkejut mendapati masa mendatangi area pemukiman mereka pada dini hari. Perintah atasan kala itu, menurutnya, adalah bertahan dengan peluru karet dan gas air mata.
“Amunisi bergantian habis sehingga pihak polisi maju-mundur dari massa karena menunggu datangnya peluru karet dan gas air mata yang baru. Sampai akhirnya kondisi para polisi terdesak di antara gang-gang pemukiman yang sempit. Kejadian berlangsung sekitar Pukul 01.30 s.d. 05.30 WIB. Semakin pagi semakin banyak massa yang mau menyerang, dan massa yang mulai tahu amunisi polisi habis semakin menekan polisi yang ada di sana,” paparnya.
Ia mengungkapkan telah memerintahkan anggotanya untuk mundur dengan ikat (menahan) tembakan. Akan tetapi kepanikan membuatnya tersandung kabel HT miliknya yang terlilit di bagian paha kanan dan ditambah ada lemparan batu di bahu belakang sebelah kanannya. “Saya terjatuh tertelungkup dan langsung tidak dapat bangun. Ia mengalami dislokasi tulang bahu kanan. Anggota yang mengetahui kondisinya, langsung berinisiatif untuk menyeretnya sehingga kakinya pun ikut terluka karena bergesekan dengan aspal,” paparnya.
Ia menyampaikan bahwa lemparan batu yang mengarah ke pihak polisi seolah tiada henti. “Saya lihat sudah banyak karung dan di dalam karung itu isinya batu semua. Batunya nggak ada yang kecil, jadi memang benar sudah disubsidi,” tukasnya.
Batu yang dilihatnya paling kecil seukuran genggaman orang dewasa terdiri dari batu pecahan bangunan, batu bata, dan batu koral. Selain diserang berbagai macam batu dan Ia menambahkan ada yang menggunakan ketapel. Pembakaran juga terjadi akibat lemparan bom molotov dari massa yang mengamuk.
Ia mengakui adanya korban tembak peluru karet dari pihak peserta aksi. “Korban peluru karet dari pihak massa karena jarak mereka terlalu dekat dengan anggota kepolisian. Jarak tembak peluru karet hanya 5-10 meter saja. Saya hanya ingat perintah pimpinan, walaupun hati nurani saya mengatakan seharusnya kami menggunakan senjata tajam dalam kondisi seperti itu. Kami juga dibuat khawatir dengan kondisi anak-istri yang posisinya ada di dalam Asrama Petamburan. Kita khan juga manusia pak,” paparnya.
Perlu disampaikan bahwa saat peristiwa kerusuhan tersebut berlangsung, anak dan istri Anggota Kepolisian dievakuasi dari pagar bagian belakang Asrama yang berbatasan dengan sebuah Sekolah Dasar. “Saat anak dan istri kami dievakuasi, massa juga mengejar mereka (anak-istri anggota). Jika kami tidak melepaskan tembakan peluru karet, kemungkinan besar anak-istri anggota akan turut menjadi korban,” katanya.(Rebeca/ ENS)
Short link