Pemenuhan hak pilih warga negara
merupakan unsur paling esensial dan fundamental dalam pelaksanaan pemilihan
umum yang secara serentak akan dilakukan pada 17 April 2019. Untuk melihat kesiapaan
pemenuhan hak pilih dan berbagai faktor yang melingkupinya tersebut, Komnas HAM
melakukan koordinasi dan rapat terbatas pada Senin, 18 Maret 2019 dengan
menghadirkan Ilham Saputra (Anggota KPU RI), Fiasal Rahman (Bawaslu), Brigjen
Nana Sudjana, Anas Syaiful Anwal (Dirjen Pemasyarakatan).
KPU menurut Ilham Sahputra dalam aspek kesiapan penyelenggaran sudah
mencapai 85%, terutama mengenai distribusi logistik pemilu. Persoalan lain yang
muncul adalah mengenai pencoretan dan penyisiran data bagi WNA yang terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dalam hal ini KPU hanya menerima data dari
Kementerian Dalam Negeri. Hal yang menjadi perhatian adalah meningkatkan DPTb
(pemilih tambahan) yang sampai saat ini terdapat sekitar 200.000 pemilih dan
diperkirakan mencapai 500.000 sampai hari pemilihan. Jumlah pemilih DPTb paling
besar di Provinsi Jawa Barat. Pemilih Luar Negeri yang berjumlah 2.000.000 juga
menjadi sasaran oleh KPU, jumlah tersebut memiliki nilai signifikansi terutama
apabila hasil perolehan/perhitungan suara berbeda tipis. Akan tetapi terdapat
catatan dalam penyelenggaran terutama kesalahan perusahaan eksedisi mengirim
kertas suara “salah kirim oleh ekspedisi, ada yang untuk Australia terkirim ke
Eropa” ujarnya. Sekali lagi mengenai
persoalan DPT yang dinilai complicated
karena terkait dengan Kemendagri juga mengenai kesadaran diri para pemilih
untuk mendaftarkan dirinya.
Fiasal Rahman, Bawaslu RI telah
menetapkan kerawanan pemilu yang mengancam yaitu segala hal yang menimbulkan
gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilihan umum yang inklusif dan
benar, terutama didasarkan pada konteks sosial politik (43,89);
penyelenggara pemilu bebas dan adil (53,80); kontestasi (50,65) dan partisipasi
politik (46,18). Hal yang menarik adalah penempatan Yogyakarta sebagai wilayah
terawan kedua di Indonesia dengan skor 52,15 hanya lebih rendah dari Papua
Barat dengan skor 52,83. Khusus untuk penananganan pelanggaran pemilu sampai 25
Februari 2018 “Bawaslu sudah menangani 6.275 pelanggaran, terutama mengenai
pidana, administrasi, kode etik”, ujar Faisal. Untuk temuan tertinggi di
Provinsi Jawa Timur dan pelanggaran tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Guna
memberikan pengawasan terhadap penyelenggaran pemilu, Bawaslu sudah melakukan
akreditasi terhadap 50 lembaga pemantau.
Kepolisian di seluruh Indonesia
sampai saat ini terkait penyelenggaran pemilu 2019 telah menerima 559 laporan
melalui sentra Gakkumdu. Hasil analisa sebanyak 433 bukan merupakan tindak
pidana pemilu dan hanya 126 yang dapat diteruskan ke tahap penyidikan oleh
Polri. “86 perkara masih diselidiki, 6
perkara sudah lengkap, berkas perkara P.21, 28 perkara masih dalam tahap
penyidikan, sedangkan yang di hentikan karena tidak cukup bukti 6 kasus”
ujar Brigjen Nana Sudjana. Secara umum kasusnya berkenaan dengan tindakan yang
menguntungkan/merugikan salah satu calon (10 kasus), pemalsuan (15 kasus) dan money politic (15 kasus).
Kepolisian kembali mengingatkan bahwa
ancaman hoax, ujaran kebencian dan politik identitas akan menjadi salah satu
sebab munculkan kerawanan dalam pemilu 2019. Tentunya terdapat faktor lain yang
mempengaruhi diantaranya sengkarut DPT, netralitas penyelenggara dan ASN, mobilisasi
massa dan sabotase terhadap logistik pemilu.
Untuk itu, pengawasan telah dilakukan Polri secara kontinyu dan
memperisapkan pengamanan secara berjenjang, disamping tim penindakan melakukan
upaya penanangaan tindak pidana pemilu.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah
hak pilih warga binaan (narapidana) dan tahanan di bawah kendali Dirjen
Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM. “Jumlah
penghuni sekitar 120.000 jiwa dan baru 30% yang dimasukan dalam DPT”, ujar Anas Syaiful Anwal, Dirjen
Pemasyarakatan. Beberapa persoalan yang dihadapi pemilih di lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan adalah tidak dilakukan pendataan pemilih,
tidak dilakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik, dan kesediaan TPS.
Hairansyah, Wakil Ketua Komnas HAM
kembali memberikan apresiasi atas upaya-upaya yang dilakukan oleh penyelenggara
pemilu, meskipun masih banyak catatan dan kelemahan dalam pemenuhan hak pilih
warga negara. Komnas HAM berharap hak pilih dapat dipergunakan sebaik-baiknya,
serta kemurinian surat suara terjaga (Agus Suntoro)
Short link