Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menghadiri Asia Forum on Human Rights pada 22-23 November 2018 di Samarkand, Uzbekistan.
Forum tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Uzbekistan bekerja sama dengan Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR), OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe) dan beberapa lembaga internasional lainnya mengundang delegasi yang mewakili delegasi pemerintah, komisi nasional hak asasi/ ombudsman, masyarakat sipil, universitas dan perwakilan kedutaan yang ada di Uzbekistan.
Forum yang diselaraskan dengan perayaan 70 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dihadiri ratusan peserta, terutama dari negara-negara Asia Tengah, namun juga diikuti beberapa negara Asia lainnya dari Cina, Korea, India, Pakistan, Qatar, Indonesia dan juga beberapa negara Eropa.
Dalam forum itu diantaranya mengkaji seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam DUHAM maupun instrumen hak asasi lainnya telah berjalan di masing-masing negara. Secara khusus diskusi juga dikaitkan dengan isu Sustainable Development Goals, peran Komnas HAM dan cabang kekuasaan lain, peran masyarakat sipil maupun media.
Secara khusus, selain dikirimi undangan, tanggal 5 Oktober 2018, Duta Besar Uzbekistan untuk Indonesia, Yang Mulia Ulugbek Rozukulov datang mengunjungi Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik guna menyampaikan kehormatan untuk menyediakan waktu hadir dan berbicara di forum tersebut.
Undangan kehormatan ini dipenuhi Ketua Komnas HAM dengan didampingi Bapak Dubes RI untuk Uzbekistan Yang Mulia Anak Agung Gde Alit Santhika dan staff Gopokson Tarulitua Situmorang.
Penyelenggara meminta Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, menyampaikan pengalaman lembaga yang dipimpinnya melakukan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, bagaimana kerja sama dibangun dengan masyarakat sipil, media dan lainnya.
Pada sesi pleno utama bersama Ketua Komnas HAM dari Kyrgiztan, Mongolia dan Oman, Ketua Komnas HAM RI memaparkan pengalaman seperempat abad Komnas HAM bekerja di negeri yang paling beragam penduduknya berdasarkan suku, agama maupun golongan sosial, negeri kepulauan yang juga paling luas dan kompleks dengan penduduk 260 juta jiwa.
"Proses demokratisasi sejak tahun 1998 yang terjadi setelah berhasil menumbangkan rejim militer-otoriter, negeri yang subur ini mulai mengembalikan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak asasi manusia yang sebagaimana desain besar negara Indonesia yang didirikan pendiri bangsa yang umumnya pemikir-pejuang," papar Ahmad Taufan dalam forum tersebut.
Lebih lanjut dipaparkan Taufan bahwa penguatan isu hak asasi melalui amandemen konstitusi, reformasi hukum besar-besaran yang lebih mematuhi (compliance) kepada prinsip dan norma hak asasi manusia, serta didirikannya beberapa lembaga negara yang mengawal pelaksanaan hak asasi mau pun demokrasi, mengawali gerakan perubahan di Indonesia.
Komnas HAM menerima mandat yang cukup kuat melalui UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk melakukan pendidikan dan penyuluhan; penelitian dan pengkajian; pemantauan serta media berbagai issu dan kasus hak asasi manusia.
Selanjutnya, dengan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM mendapatkan mandat untuk melakukan penyelidikan pro yustisia atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.
"Ada tiga kasus besar yang sudah dibawa ke pengadilan HAM, namun masih ada sepuluh kasus lainnya yang mandek di Kejaksaan Agung dan belum mendapatkan penyelesaian baik melalui jalur judisial mau pun non-judisial," ujar Taufan.
Akibatnya, kata Taufan, masih banyak korban atau keluarga korban yang mempersoalkan impunitas pelaku, sebaliknya mempersoalkan rasa keadilan korban.
"Satu contoh menarik adalah kasus Aceh, dimana konflik bersenjata puluhan tahun dapat diselesaikan dengan perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia-GAM. Rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh akibat bencana tsunami-konflik bersenjata mencengangkan dunia, Aceh berubah drastis dan sekarang mengalami kemajuan pesat baik dari segi hak sipil dan politik mau pun pertumbuhan ekonomi-kesejahteraan," ungkap Taufan.
Namun, rakyat Aceh masih tetap meminta keadilan atas korban pelanggaran hak asasi di masa konflik yang hingga saat ini para pekakunya masih belum juga diadili, atau sebaliknya korban dan keluarga korban belum mendapatkan gantu rugi, reparasi atau langkah non judisial lainnya.
Ahmad Taufan juga menambahkan ada banyak kasus konflik agraria akibat sistem hukum yang tidak adil, distribusi yang bias pemilik modal sehingga terjadi penguasaan lahan mau pun sumber daya alam lainnya yang sangat timpang.
"Meski pemerintah telah berupaya menjalankan agenda reforma agraria, namun secara struktural belum terlalu kuat memperbaiki ketimpangan akses kepemilikan dan pemanfaatan lahan dan SDA tersebut," jelas Taufan.
Investasi dari dalam maupun luar negeri yang terus berkembang di bidang perkebunan, pertambangan, kehutanan, bahkan juga kelautan, malah semakin menyuburkan ketimpangan ekonomi dan kepemilikan atas sumber daya alam.
Akibatnya, konflik sering terjadi, dan lagi-lagi rakyat miskin terutama petani dan nelayan lah yang selalu menjadi korban. Bahkan tidak jarang praktek penguasaan lahan yang seringkali, menimbulkan perlawanan dari rakyat dibungkam oleh pemilik modal dan kekuasaan dengan cara melakukan intimidasi, kekerasan atau kriminalisasi.
Komnas HAM RI memiliki wewenang yang kuat untuk melakukan mediasi. Pemantauan kasus dan pengkajian/ penelitian juga dilakukan di dalam rangka memberikan masukan kebijakan yang lebih berkeadilan mau pun sekaligus mencarikan solusi, termasuk melalui jalur mediasi para pihak yang berkonflik, diselaraskan dengan perayaan 70 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Selain itu, dalam forum itu, Ahmad Taufan juga menyampaikan kecenderungan peningkatan kekerasan horisontal akibat radikalisme-intoleransi yang terus berkembang. Sebagai negara paling beragam di dunia, isu diskriminasi, persekusi atas minoritas maupun ujaran kebencian yang terus berkembang mengancam kesatuan bangsa yang sejak awal memang didesain untuk saling menghargai antar elemen bangsa.
Tantangan ini sekaligus menguat di era demokrasi elektoral, karena itu bersama lembaga negara lainnya, Komnas HAM RI melakukan pemantauan di setiap pemilihan umum, kata Taufan.
Taufan juga menjelaskan bagaimana pentingnya membangun kerja sama di semua level, dengan pemerintah pusat dan daerah, kepolisian, dan yang tak kalah pentingnya masyarakat sipil, universitas, dan media massa. Kerja sama dengan semua elemen nasional juga diperkuat dengan kerja sama dan keikutsertaan di forum regional dan internasional seperti SEANF, APF dan GANHRI.
Pada akhir sessi Ketua Komnas HAM Uzbekistan Prof. Akmad Saidov memberikan cendera mata khusus kepada Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik atas kesediaannya berbagi pengalaman kepada seluruh peserta khususnya negara-negara Asia Tengah yang baru belasan tahun terakhir mengalami proses reformasi besar-besaran di segala bidang. (ATD)
Short link