Sikap dan tindakan intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme dinilai sebagai penyebab dari lahirnya peristiwa berbagai kekerasan di Indonesia.
Menyikapi hal itu, Tiga Lembaga HAM Nasional yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar sidang HAM IV dengan tema "Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme dengan kekerasan" pada 22 November 2018.
"Intoleransi, radikalisme dan ekstrimisme dengan kekerasan, penting untuk mendapatkan perhatian mendalam dan serius. Hal itu harus diselesaikan dan dicegah agar tidak berulang kembali," kata komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat jumpa pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Sidang HAM adalah forum untuk mencari solusi persoalan HAM yang terjadi di masyarakat, di antaranya kebijakan pembangunan rumah ibadah, tindak pidana terorisme, sekolah bagi anak-anak pelaku terorisme, diskriminasi, dan kebencian di media sosial.
Menurut Beka, persoalan intoleransi dan ekstremisme dengan kekerasan perlahan mengancam HAM.
"Hilangnya rasa keadilan dan nilai kemanusiaan menjadi penyebab, termasuk semakin suburnya tindakan intoleransi dan ekstremisme yang mengatasnamakan agama," paparnya.
Di sisi lain, seperti diungkapkan Beka, ada faktor-faktor kunci yang bisa melahirkan kekerasan, di antaranya intoleransi politik, kurangnya kesadaran akan pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik.
Rasa teralienasi dan kenginan diakui, serta minimnya pemahaman keagamaan yang damai dan toleran, juga menyuburkan intoleransi.
Sementara itu, komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus menyatakan, perempuan juga rentan menjadi korban kekerasan. Tak hanya korban, tetapi juga dijadikan pelaku dalam pusaran intoleransi dan ekstremisme.
Adapun Ketua KPAI Susanto menambahkan, anak-anak pun rentan terpapar dari infiltrasi intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme.
"Bukan hanya sebagai korban," ujar Susanto. (Jeff)
Short link