Sidang HAM IV pada tahun ini yang bertema Intoleransi, Radikalisme dan Ekstrimisme dengan Kekerasan telah dilaksanakan pada Kamis (22/11) di Jakarta Selatan.
Tiga Lembaga HAM Nasional yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI/Komisi Perlindungan Anak Indonesia bekerjasama dalam penyelenggaraan mekanisme pelaporan kondisi HAM tingkat nasional ini.
Ratusan orang mengikuti acara itu, yang terdiri atas penyintas, pendamping, lembaga swadaya masyarakat, pakar, perwakilan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Komnas HAM dalam laporannya yang dibacakan oleh Mochamad Choirul Anam, menitikberatkan pada permasalahan pendirian rumah/tempat ibadah bagi agama-agama minoritas. Dalam laporannya Anam mengungkapkan tentang regulasi pendirian rumah/tempat peribadatan di tingkat nasional yang menghambat.
“Penetapan syarat-syarat pendirian rumah ibadat dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama (PBM) No. 8 /9 Tahun 2006 pada prakteknya tidak mudah untuk dipenuhi, khususnya bagi kelompok minoritas,” ujar Anam.
Lebih lanjut Anam mengungkapkan mengenai ketidakpatuhan daerah terhadap substansi dari PBM No. 8/9 2006.
“Salah satu penyebab munculnya kondisi pelanggaran HAM terkait rumah ibadah ini adalah ketidakpatuhan daerah terhadap subtansi yang ada dalam PBM 8/9 tersebut. Hal ini tergambar dari aturan-aturan daerah yang melampui substansi PBM, bahkan bertentangan,” ungkap Anam.
Hal ini terjadi diakibatkan oleh politik di daerah yang mengunakan sentimen sektarianisme dan berbasis identitas keagamaan yang menguat, atau karena penggunaan identitas keagamaan dalam ruang publik yang semakin tumbuh dan berkembang. Sayangnya, peraturan daerah tersebut tidak dapat dikontrol oleh pemerintahan pusat, meskipun telah ada Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Perda berperspektif HAM.
Selain faktor regulasi, Komnas HAM juga mengidentifikasi menurunnya rasa hormat dan menghormati terhadap agama /kepercayaan lain. Ini merupakan sikap intoleransi yang semakin bertumbuh-kembang di kalangan masyarakat. Dalam konteks tempat ibadah, sikap ini yang menimbulkan penolakan terhadap keberadaan tempat ibadah, baik yang akan membangun maupun yang telah dibangun. Instrumen penolakan yang terjadi adalah dengan menggunakan aksi massa, mempermasalahkan kelengkapan administrasi, mempermasalahkan IMB karena tuduhan penipuan dalam prosesnya, hingga menekan otoritas setempat.
Dalam laporannya, Komnas HAM dalam menanggapi sikap intoleran masyarakat yang bertumbuh kembang sehingga menimbulkan pelanggaran HAM terkait pendirian rumah/tempat ibadah.
Adapun temuan, isu strategis dan rekomendasi Sidang HAM akan disampaikan dalam konferensi pers yamh dilaksanakan pada Jumat, 23 November 2018 pada pukul 14.00 di gedung Komnas HAM. (Banu)
Short link