Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah menyoroti Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Indonesia karena dinilai berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM, khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan dan perlindungan hak untuk hidup yang dijamin dalam Konstitusi.
Sepanjang 2018, Komnas HAM telah memantau PETI di Provinsi Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat.
Lantas pada 16 -20 Oktober 2018, dilakukan pemantauan PETI di Provinsi Riau.
Seperti provinsi lainnya, aktivitas PETI di Provinsi Riau juga dipicu persoalan dan desakan ekonomi, salah satunya akibat menurunnya produksi/komoditas pertanian/perkebuanan. Sementara harga kebutuhan hidup semakin hari semakin meningkat.
Dalam pertemuan dengan Komnas HAM, Kadis ESDM Provinsi Riau menyampaikan bahwa aktifitas PETI di Provinsi Riau tersebar di tiga kabupaten yang saling berbatasan, yakni Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, dan Kampar.
Sebagaimana diakui oleh Bupati Kuantan Singingi, kegiatan penambangan emas di wilayahnya telah berlangsung sejak jaman penjajahan belanda/jepang. Baik jaman dulu maupun jaman sekarang, kegiatan penambangan emas tersebut sama-sama tidak berizin. Perbedaannya, menurutnya, jika dulu kegiatan penambangan dilakukan secara tradisional dan dipinggir sungai, saat ini aktifitas penambangan dilakukan di lahan-lahan produktif dan daerah aliran sungai dengan menggunakan alat berat serta merkuri.
Penggunaan alat berat dan merkuri berakibat terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mangancam kesehatan maupun kelangsungan hidup manusia dan ekosistem.
Melihat dampak yang ada, pemerintah kabupaten Kuantan Sengigi kepada Komnas HAM menyatakan tidak bisa berbuat banyak, terlebih sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak tahun 2016, urusan pertambangan tidak lagi menjadi wewenang kabupaten/kota, melainkan provinsi.
Sementara itu, pemerintah provinsi juga tidak bisa berbuat banyak karena PETI itu aktifitas ilegal sehingga pihaknya tidak bisa menjalankan kewenangannya untuk melakukan pengawasan, pembinaan dan penindakan, sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Saat ini, urusan penanganan PETI seolah olah hanya menjadi tugas aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Riau. Padahal, jika melihat penyebab maupun dampak aktifitas PETI, penanganannya seharusnya juga menjadi urusan pemerintah daerah. Pendekatan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum tidak akan efektif sepanjang pemerintah tidak memiliki alternatif solusi untuk mencegah dan/atau mengalihkan masyarakat dari aktifitas PETI ke kegiatan produktif lainnya yang tidak hanya ramah lingkungan tapi juga dapat memberikan penghasilan yang cukup.
Hal tersebut tidak hanya untuk menghindarkan masyarakat dari kegiatan yang melanggar hukum, tapi juga melindungi kelestarian lingkungan.
Sekalipun jumlah aktifitas PETI telah berkurang, bahkan tidak ada lagi, seperti di Kabupaten Kampar, tidak demikian dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Saat ini banyak sungai dan daerah aluran sungai yang rusak, serta lahan produktif yang tidak lagi bisa dimanfaatkan akibat dialihfungsikan untuk aktifitas PETI.
Menurut data yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuantan Singingi, dari 22 sungai yang ada di wilayahnya, hampir seluruhnya dinyatakan "tercemar berat". Persoalan tersebut menimbulkan kekhawatiran, terlebih air sungai merupakan sumber pengairan bagi kegiatan pertanian maupun perikanan. Selain itu, air sungai tersebut juga mengalir ke Kabupaten Kampar.
Atas hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Kampar menyatakan penanganan PETI diwilayahnya tidak akan ada artinya sepanjang aktifitas PETI di Kabupaten Kuantan Singingi masih berlangsung. Demikian pula dengan Pemerintah Kabupaten Kuantan Sigingi, pihaknya menyatakan penanganan PETI di wilayahnya tidak akan ada artinya jika aktifitas PETI di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat masih berlangsung karena hulu Sungai Kuantan ada di kabupaten tersebut.
Komnas HAM melihat bahwa persoalan PETI tidak saja terkait dengan persoalan ekonomi dan lingkungan tapi juga sosial. Untuk itu, diharapkan agar pihak-pihak terkait mulai dari tingkat pusat hingga daerah saling bersinergi dalam upaya penanganan PETI agar tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. (Dyah)
Short link