Komnas HAM menerima pengaduan dari Majelis Agama Kaharingan Indonesia - Palangkaraya, pada Selasa (16/10).
Pengaduan tersebut terkait dengan tidak diterimanya Kaharingan sebagai agama oleh negara. Selain itu, mereka merasa dipaksa utk menyatakan beragama Hindu di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Hal ini menyebabkan banyak implikasi, yakni diantaranya mereka tidak bisa menerima hak-haknya sebagaimana hak para penganut agama yang lain, tidak dicantumkannya Kaharingan dalam kolom agama di KTP, dan pernikahan sesuai agama mereka tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil dan hanya sah secara adat dan agama kaharingan.
Selain itu,anak tidak tercatat lahir dalam perkawinan yang sah, hanya atas nama ibu.Namun, mereka mengakui bahwa di dokumen lainnya, ada pengakuan agama Kaharingan, seperti di SKCK dan SK pengangkatan guru kontrak non PNS.
Berdasarkan hal tsb di atas, pengadu menuntut agar pihak yg berwenang melaksanakan Putusan MK No 97/PUU/14/2017 yg memutuskan sistem administrasi kependudukan harus mengakomodir semua agama dan kepercayaan, agama kaharingan dimasukkan ke dalam kolom agama di KTP, adanya alokasi dana utk MAKI, dan mendesak dibuatnya struktur kaharingan di dalam Kementerian Agama.
Menanggapi pengaduan tersebut maka Komnas HAM menyatakan akan membantu sesuai mandat yg dimiliki, membawa isu ini bebagai bahan pembicaraan dengan Kementerian Dalam Negeri terkait keputusan MK, daneminta pengadu untuk mengumpulkan bukti-bukti pengakuan terhadap agama Kaharingan. Hal yang juga penting adalah berkomunikasi dengan kelompok beragama Hindu untuk menghindari konflik sosial.
Pengaduan ini diterima oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara dan Komisioner Sandra Moniaga didampingi analis Nisa Arralinar dan pemantau Vella Oktarini (Rps)
Short link