Salah satu bentuk kerjasama itu adalah kegiatan penguatan kapasitas berupa sosialisasi Kertas Posisi Kota/Kabupaten HAM yang diselenggarakan di Bali pada 2-4 Mei 2018. Kertas Posisi Kota/Kabupaten HAM disusun dan diterbitkan oleh Komnas HAM pada 2017.
Kegiatan ini diikuti oleh 35 orang dengan komposisi 2 orang wakil dari pemerintah tiap daerah (Bappeda dan Biro Hukum) dan 1 orang wakil dari organisasi masyarakat sipil daerah (OMS) yang selama ini bekerja untuk isu-isu HAM dan pemerintahan di tingkat daerah.
Kegiatan dibuka pada 2 Mei 2018, oleh Direktur Infid Sugeng Bahagijo dan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. Dalam Sambutannya Sugeng Bahagijo menyatakan bahwa “hak asasi manusia memastikan tidak adanya satu orang pun yang tertinggal, leave no one behind”. Untuk itu, menurut Sugeng, perlu penyebaran Konsep Kabupaten/Kota HAM untuk memastikan terpenuhinya hak asasi manusia semua warga negara termasuk kaum muda.
Sementara itu, Taufan menyatakan bahwa Indonesia sejalan dengan proram Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah mencanangkan Konsep Human Rights Cities. Taufan juga menyampaikan bahwa perkembangan HAM tidak mungkin hanya bergantung pada pemerintah pusat. “Perlu peran dari pemda yang desentralisasi otonomi daerah untuk bisa menyebarkan soal HAM. Data Komnas HAM menunjukkan Pemerintah Daerah merupakan aktor tertinggi ke-3 yang diadukan oleh Masyarakat,” ujar Taufan.
Pada saat diskusi, diisi dengan paparan materi tiga narasumber, yakni Ifdhal Kasim Staf Ahli Deputi V Hukum dan HAM Kantor Staf Presiden, yang mempresentasikan tema Perlindungan HAM dalam sistem Hukum Nasional; Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM. yang memaparkan tentang Mengarusutamakan Kabupaten/Kota HAM: Upaya Komnas HAM; dan Al Hanif, Ketua Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM), yang menyampaikan tentang Landasan Hukum Negara dan Hak Asasi Manusia.
Pada hari kedua, diadakan diskusi lanjutan dengan narasumber, yakni Temanengna dari Kementerian Hukum dan HAM, yang mempresentasikan “Membangun Sinergi Program Kerja Pemerintah Daerah Menuju Pembangunan Kabupaten/Kota yang Peduli HAM”; Galuh Wandita dari Asia Justice and Rights, yang mempresentasikan tentang Hak Asasi Manusia Pelanggaran dan Inisiatif Perbaikannya; Mugiyanto dari INFID menyampaikan tentang Merencanakan Kabupaten/Kota HAM; dan Beka Ulung Hapsara dari Komnas HAM memaparkan tentang Kertas Posisi Komnas HAM tentang Kabupaten/Kota HAM
Sesi berikutnya adalah sesi Inspirasi Kabupaten/Kota HAM yang dipaparkan oleh dua Kepala Daerah yang sudah mencoba menerapkan kerangka kerja Kabupaten/Kota HAM, yakni Khaliq Arief, Bupati Wonosobo 2005 – 2015 dan Suyoto, Bupati Bojonegoro 2008 – 2018.
Khaliq menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah sebuah Konsep besar dan berat yang harus diterjemahkan secara sederhana khususnya bagi pemerintah daerah. Konsep Human rights city menjadi sebuah acuan untuk itu. Kholiq juga mengatakan “Human rights city adalah ketika peradaban dibangun tidak selalu atas dasar ketentuan hukum, tetapi atas kesetaraan yang ambat laun akan menjadi sistem sosial yang menarik. Ketika rakyat punya inisiatif membangun basis komunitas yang lambat laun menjadi satu entitas yg sangat kuat hingga melakukan satu proses pembelajaran politik soal hak dan kewajiban warga Negara. Kholiq juga mencontohkan upaya membangun komunitas di Wonosobo yang berdampak pada upaya mereka terlibat aktif dalam pembangunan di Wonosobo.
Sementara itu, Suyoto atau yang lebih dikenal dengan nama Kang Yoto menyatakan Bojonogero merupakan daerah yang penuh dengan konflik dan permasalahan. Konflik tanah, kemiskinan dan berbagai konflik mendasar lainnya.
Di akhir acara, disusun rekomendasi, yakni Komnas HAM dalam hal ini Bagian Dukungan Penyuluhan hendaknya memperhatikan masukan evaluasi dari para peserta, dan bahwa adanya praktik baik dan pembelajaran Kota/Kabuaten HAM untuk menjadi perhatian bagi Komnas HAM dan INFID. (Yuli A)
Short link