Pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak merupakan salah satu acuan utama dalam penikmatan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sayangnya, hak atas tempat tinggal seringkali dianggap bukan bagian dari agenda utama pemenuhan hak asasi manusia, sehingga jarang sekali dilihat mendesak untuk segera dipenuhi oleh Negara.
Melihat itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah melakukan pengkajian tentang “Pemenuhan Hak atas Perumahan : Analisis Ketersediaan”. Sebagai bagian dari kegiatan awal, Komnas HAM menyelenggarakan Seminar Penyusunan Rancangan Penelitian Hak atas Perumahan bagi Warga Negara, di Ruang Rapat Pleno Utama Lantai 3 Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (27/03/2018).
Bertindak sebagai narasumber, Pihri Buhaerah, Peneliti Senior Komnas HAM, yang memaparkan hasil kajiannya tentang aspek keterjangkauan (biaya) masyarakat akan tempat tinggal yang layak di Indonesia. Diskusi dihadiri oleh berbagai stakeholder, mulai dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Perum Perumnas, Bank Tabungan Negara (BTN), Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, The Habibie Center, Litbang KOMPAS, RUJAK Center for Urban Studies, The HUD Institute, The Indonesia Institute.
Diskusi juga dihadiri Komisioner Pengkajian dan Penelitian Mohamad Choirul Anam dan staf peneliti Komnas HAM.
Pihri memaparkan penelitiannya akan melakukan analisis mendalam dan sistematis tentang tingkat keterjangkauan (biaya) masyarakat akan tempat tinggal yang layak di Indonesia. Alasannya, aspek affordabilitas merupakan salah satu unsur minimal yang harus ada dalam penilaian kelayakan sebuah tempat tinggal.
"Penelitian ini juga akan melihat sejauhmana efektivitas kebijakan, regulasi, dan instrumen pemerintah dalam meningkatkan tingkat keterjangkauan masyarakat secara ekonomi atas hunian yang layak di Indonesia," ujar Pihri.
Narasumber dari Rujak Centre, Elisa memaparkan pentingnya pengkajian hak atas perumahan. “Saya rasa penting mendiskusikan mulai dari HAM, harapannya dengan kebijakan HAM itu cicilan rumah yang awalnya 20 tahun maka bisa diperpanjang. Apalagi, Indonesia terikat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 11, yang salah satu komponennya adalah tidak adanya penggusuran paksa di perkotaan, “ungkap Elisa.
Kementerian PUPR memberi masukan agar penelitian ini tidak hanya menyasar segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) saja, tetapi mulai dari masyarakat umum yang membutuhkan hunian tersebut.
Di akhir sesi diskusi, moderator menyimpulkan perlu adanya batasan penelitian yang jelas terkait keterjangkauan hak atas perumahan ini, serta perlu adanya forum lanjutan yang lebih kongkrit untuk menyempurnakan rancangan penelitian dari masukan dari semua narasumber. (Elga)
Short link