Latuharhary - Komnas HAM mendorong pelaksanaan Pilkada berprespektif HAM melalui kampanye tanpa diskriminasi dan ujaran kebencian, demikian ditegaskan Tim Pemantauan Pilkada 2018 yang antara lain terdiri dari Hairansyah (Ketua Tim dan Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal), Amiruddin (Anggota Tim/ Koordinator Subkomisi Penegakan HAM), dan Munafrizal Manan (Anggota Tim dan Komisioner Mediasi) pada jumpa pers di gedung Komnas HAM Jalan Latuharhary No.4B Menteng Jakarta Pusat, Kamis 22 Februari 2018.
Ketua Tim Pemantauan Pilkada 2018, Hairansyah, menyampaikan bahwa Komnas HAM telah menemukan beberapa fakta dan fenomena yang mulai terjadi baik menjelang maupun sesudah memasuki tahapan kampanye. “Telah terjadi penyerangan terhadap tokoh-tokoh agama, namun hingga saat ini belum diketahui motif dan pelakunya. Selain itu, media sosial juga telah digunakan untuk melancarkan aksi ujaran kebencian melalui penyebaran pesan-pesan bernada hoax sebagaimana kasus yang terjadi di Jawa Tengah yang menyatakan salah satu calon Kristen berkedok Islam, lalu di Tulung Agung-Jawa Timur dimana menyatakan salah satu calon tidak pernah menunaikan ibadah sholat Jumat”, paparnya kepada puluhan jurnalis.
Terkait hal tersebut, lanjut Hairansyah, Komnas HAM melalui Tim Pemantauan Pilkada 2018 menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan ancaman nyata bagi proses demokrasi dan pelaksanaan hak asasi manusia. “Kami mengkhawatirkan, dengan kondisi besarnya jumlah pemilih, luasnya wilayah pemilihan dan beragamnya calon kepala daerah, serta ditunjang faktor masa kampanye yang cukup lama sekitar empat bulan, apabila hal-hal semacam tadi dibiarkan akan memicu terjadinya pelanggaran HAM yang cukup intens,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Amiruddin yang menjabat sebagai anggota Tim dan juga Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, menukasnya bahwa pihak Komnas HAM telah membangun koordinasi dan sinergi dengan KPU dan Bawaslu dan meminta kedua lembaga penyelenggara pemilu ini untuk bekerjasama dengan pihak keamanan dalam hal ini Polri. “Keterlibatan Polri dibutuhkan untuk melakukan pengawasan dan memberlakukan tindakan tegas apabila terjadi praktik diskriminasi dan ujaran kebencian dalam tahapan Pilkada 2018 terutama dalam masa kampanye,” katanya.
Terkait hal ini, Munafrizal Manan yang menjabat sebagai anggota Tim dan Komisioner Mediasi, menukaskan bahwa partai politik, gabungan parta politik, pasangan calon dan/atau tim kampanye harus memegang teguh dan melaksanakan komitmen kampanye damai tanpa diskriminasi. “ Apabila komitmen ini tidak mampu dijaga, hanya akan menimbulkan keresahan dan memecah belah masyarakat,” tegasnya.
Perlu disampaikan bahwa tindak diskriminasi dan ujaran kebencian merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang jo. Peraturan KPU No.4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil, serta Walikota dan Wakil Walikota. Selain itu juga bertentangan dengan instrumen hak asasi manusia, baik nasional maupun internasional.
“Komnas HAM juga akan membuka partisipasi publik untuk menyampaikan pengaduan dan temuan terkait praktik diskriminasi dan ujaran kebencian. Hal ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Komnas HAM dalam melakukan pengawasan. Komnas HAM akan mendirikan pos pengaduan terkait hal ini. Pengaduan bisa disampaikan melalui website, surat maupun melalui Kantor Perwakilan Komnas HAM RI di beberapa daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2018 seperti Papua, Aceh, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah dan Sumatera Barat,” paparnya. (Eva Nila Sari)
Short link