Dalam prespektif hak asasi
manusia (HAM), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 2018 sejatinya
adalah media untuk memenuhi hak setiap warga negara untuk turut serta di dalam pemerintahan sebagaimana
tersirat dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Terkait dengan itu, Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan Pilkada 2018, yang secara resmi diluncurkan pada 12 Februari 2018 di Jakarta.
Pilkada serentak 2018 diselenggarakan di 17 Provinsi dan 154 Kabupaten/Kota. Berdasarkan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kemendagri kepada KPU, terdapat 160.756.143 penduduk yang memenuhi syarat sebagai calon pemilih. Pilkada 2018 diselenggarakan di provinsi yang memiliki populasi dan pemilih yang berjumlah besar serta menjadi barometer politik nasional, diantaranya pemilih di Jawa Barat (32,2 juta), Jawa Timur (30,9 juta), Jawa Tengah 27,4 juta), Sumatera Utara (10,1 juta), Sulawesi Selatan (6,4 juta) dan Papua 3,2 juta).
Komnas HAM menengarai bahwa
dalam Pilkada 2018, ada gejala merebaknya pidato kebencian (hate speech) yang kerap berujung pada
tindakan diskriminatif. “Undang-Undang No. 40/2008 tentang Pengapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis memandatkan Komnas HAM untuk mengawasi gejala
terjadinya tindakan diskriminatif,” ujar Hairansyah, Ketua Tim Pemantauan
Pilkada Komnas HAM, dan para komisioner Komnas HAM yaitu Amirudin, Beka Ulung Hapsara dan Munafrizal Manan.
Ddalam acara yang dihadiri oleh puluhan jurnalis dan
perwakilan dari lembaga negara itu, hadir pula perwakilan dari Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu dan Polri.
Selain itu, menurut Komnas HAM, dalam Pilkada 2018 mencuat adanya gejala oligarki dalam proses pencalonan Pilkada. Praktek oligarki bisa menciderai hak pilih warga negara, dan di sisi lain bisa pula menyajikan calon-calon kepala daerah yang tidak kompeten dalam menjalankan pemerintahan. “Tentu hal itu akan menciptakan kondisi negatif bagi pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM setelah Pilkada usai,” kata Amirudin, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM.
Menurut Komnas HAM, adanya peringatan (warning) dari Polri dan Bawaslu tentang potensi kerawanan Pilkada di beberapa Provinsi dan Kabupaten, harus diwaspadai dan ditindaklanjuti dengan langkah yang nyata. Kerawanan tersebut baik yang bisa menimbulkan konflik maupun yang bisa menghalangi pengunaan hak pilih secara bebas. Jika konflik terjadi, kekerasan bisa muncul. Jika hal itu terjadi maka hak pilih sebagian warga tidak bisa ditunaikan.
“Masih terabaikannya kelompok-kelompok rentan dan minoritas dalam proses Pilkada. Kelompok rentan itu adalah kelompok disabilitas, kelompok masyarakat terpencil, penganut kepercayaan tertentu, pasien rumah sakit, dan para warga Lapas atau tahanan di Rutan. Pengabaian kelompok rentan dan minoritas ini jika terus terjadi maka hak dasar mereka yaitu hak untuk memilih menjadi terlanggar,” papar Hairansyah.
Tujuan Pemantauan Pilkada
Keterlibatan Komnas HAM RI dalam pemantauan Pilkada Serentak 2018 bertujuan untuk (a) mendorong regulasi/kebijakan dalam penyelenggaran Pilkada yang berprespektif HAM; (b) mendorong penyelenggaran pemilu yang bebas (free) dan berkeadilan (fair), serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia; (c) mendorong pelaksanaan pemilu yang tidak manipulatif (genuine) dan mencerminkan kenyataan pemilihan yang sesungguhnya (real choice), bukan hasil manipulasi suara; dan (d) mendorong upaya-upaya penanganan dan penghapusan terhadap praktik dan tindakan diskrminasi ras, etnis, dan agama.
Dengan demikian, Komnas HAM akan memfokuskan diri pada pantauan baik aspek regulasi, penyelenggaran dan pemenuhan hak. Guna memastikan implementasinya, Komnas HAM RI secara aktif berkoordinasi dengan pemangku kewajiban penyelenggara Pilkada terutama KPU RI, Bawaslu RI, perwakilan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri RI, serta Polri dan stakeholders lainnya. Selain itu, beberapa program yang dilakukan adalah pembukaan pos pengaduan, workshop/seminar, diskusi terfokus, expert meeting dan pemantauan lapangan.
Pada Pilkada 2018, Komnas HAM akan melakukan pemantauan di 8 (delapan) wilayah yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua. (Agus S)
Short link