Dimasukannya pasal tentang penghinaan terhadap presiden dan kepala negara/pemerintahan asing dalam RUU KUHP, mengingkari amanat reformasi.
Demikian penegasan Mohammad Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM. Menurut Anam, pasal penghinaan atas presiden dan kepala negara asing tidak perlu dimasukkan karena berpotensi memberangus hak untuk berpendapat dan berekspresi.
"Kehormatan melekat pada setiap orang. Bagi yang merasa nama baiknya tercemar, termasuk presiden, bisa menempuh langkah hukum," ujar Anam.
Di dalam RUU KUHP, ketentuan tentang penghinaan presiden dicantumkan di dalam Pasal 262 dan Pasal 264, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Pasal itu telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IU/2006.
Selain itu, dalam RUU KUHP juga diatur ketentuan tentang pasal penghinaan terhadap kepala negara asing. Ketentuan ini juga mengingkari asas universalitas HAM. "Nantinya, barang siapa yang melakukan protes terhadap kepala negara asing di wilayah Indonesia, misalnya buruh migran, bisa terancam dipenjara," ujar Anam.
Oleh karena itu, Komnas HAM meminta supaya pasal tentang penghinaan presiden dan kepala negara asing itu ditiadakan. (MDH)
Short link