Komnas HAM pada Senin, 20 Maret 2017, melakukan pertemuan dengan manajemen PT. Freeport Indonesia (PTFI). Pertemuan dipimpin oleh Komisioner Natalius Pigai, Ketua Tim Pemantauan Kasus PT. FPI terhadap Suku Amungme, dan Agus Suntoro, Pemantau Aktivitas HAM. Dari PTFI diwakili oleh Arnold Kayame (Vice President Community Relations and Human Rights)
Komnas
HAM RI sejak 2015 telah melaksanakan pemantauan dan penyelidikan sesuai mandat
Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pemantauan dilakukan dengan
meminta keterangan warga, Pemkab Mimika, PT. Freeport Indonesia, Kementerian
ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, dan Kementerian Kehutanan
RI.
Komnas HAM RI hendak memeriksa apakah Pemerintah RI ketika memberikan konsesi Kontrak
Karya kepada PT. Freeeport Indonesia dilakukan dengan melibatkan masyarakat,
dan adakah penggantian hak atas tanh terhadap warga masyarakat pemilik tanah
ulayat.
Komnas HAM berkesimpulan bahwa wilayah konsesi pertambangan PT. Freeport
Indonesia merupakan hak ulayat Suku Amungme yang secara konstitusional diakui
oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan PT. Freeport Indonesia serta
Pemerintah Indonesia telah terbukti melakukan penguasaan (perampasan) dan
pemanfaatan lahan ulayat Suku Amungme.
Dengan kesimpulan tersebut maka Komnas HAM merekomendasikan kepad Pemerintah RI
cq. Kementerian ESDM untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi tanah sebagaimana
tuntutan Suku Amungme sebagai bagian penghormatan hak ulayat masyarakat adat
dan memberikan saham secara cuma-cuma kepada masyarakat Suku Amungme sebagai
pemilik hak ulayat dalam proses devistasi PT Freeport Indonesia.
Sedang rekomendasi ke PT. Freeport Indonesia, Komnas HAM meminta adanya
penyelesaian ganti rugi tanah masyarakat adat suku Amungme dan mengawal proses
divestasi agar masyarakat adat memperoleh saham PT Freeport Indonesia.
Selain itu, Komnas HAM mendorong agar dalam perjanjian renegoisasi dicantumkan
klausula mengenai hak-hak masyarakat adat.
Untuk mengawal proses ini Komnas HAM akan terlibat dalam proses perundingan
secara aktif untuk kepentingan masyarakat.
Mensikapi laporan dan rekomendasi Komnas HAM, manajemen PT. FPI akan melakukan
telaahan di internal dan pada prinsipnya memahami laporan dan rekomendasi
tersebut.
Terhadap usuan pencantuman satu pasal yang mengatur mengenai hak-hak masyarakat
akan menjadi bahan diskusi di internal perusahaan dan salah satu point yang
dibahas dalam perundingan selanjutnya.
Bahwa PT. FPI selaku perusahaan kontrak dengan Pemerintah dalam persoalan
divestasi menunggu kebijakan Pemerintah. Apabila sudah Ada komitment Negara cq
Pemerintah dengan masyarakat dan masyarakat sudah sepakat, maka PT. FPI akan
menghormati.
Berkaitan wacana Audit HAM, manajemen PTFI berpendapat bahwa seluruh bidang
terkait dengan dengan kinerja aparat pemerintahan, baik aspek tanah, lingkungan
hidup, ketenagakerjaan, pertambangan dan lain sebagainya, sudah diperiksa.
Meskipun demikian, jika akan dilakukan audit HAM, PTFI akan menghormatinya jika
yang melakukan adalah Pemerintah RI.
Untuk mencegah pelanggaran HAM di areal PT. FPI telah mengupayakan berbagai
hal, selain membentuk desk tersendiri yang menangani HAM, juga aktif melakukan
pencegahan, baik pelatihan untuk sektor keamanan dan karyawan. Dalam upaya
penyerbarluasan HAM, PTFI meminta adanya kerjasama dengan Komnas HAM RI. (Agus S)
Short link