Pemerintah Daerah DKI Jakarta beberapa bulan sebelumnya. Perda yang lama, yaitu Perda No. 11 Tahun 1988 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat penyelenggaraan Pemda serta perubahan dan perkembangan tata nilai kehidupan bermasyarakat warga kota Jakarta.
Perda yang direncanakan akan berlaku sejak 1 Januari 2008 ini pun segera memancing berbagai reaksi. Selain isinya sebagian besar memang berupa larangan dan pembatasan atas berbagai aktivitas keseharian warga kota, pasal-pasal dalam Perda ini bermuatan ancaman pidana kurungan dan denda yang bervariasi.
Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun didatangi berbagai kelompok masyarakat yang mengadukan persoalan HAM yang akan muncul bila Perda ini diberlakukan. Hampir semua kelompok masyarakat yang datang menyatakan menolak isi Perda. Ada yang menilai Perda tersebut menjadi instrumen sistematis yang dilakukan Pemda DKI Jakarta untuk mengusir orang miskin dengan dalih ketertiban umum. Beberapa pihak yang merasa dirugikan oleh perda itu mengajukan keberatan dan penolakan atas pemberlakuan Perda Tibum tersebut.
Isi Perda ini menunjukkan bagaimana sebuah peraturan dibuat berdasarkan masukan pakar hukum dan keinginan pembuat Perda yang lebih didasarkan pada ideologi penguasa kota tentang “keindahan” dan “ketertiban” semata. Jadi jangan heran bahwa hampir semua dikriminalisasikan hingga terwujud sebuah fenomena sempurna dengan apa yang disebut “over kriminalisasi”. Yaitu mengkriminalkan tindakan tanpa adanya unsur korban.
Prinsip hak asasi sama sekali diabaikan. Bahkan muatan HAM dalam konstitusi maupun undang-undang yang merupakan implementasi dari TAP MPR lupa untuk dimasukkan sebagai konsiderans. Padahal UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia seharusnya menjadi acuan utama dalam pembuatan semua Perda. Demikian pula dengan UU No 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta UU No 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Apalagi pemerintah Presiden SBY sejak 2004 telah mencantumkan upaya pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM dalam Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Perda yang direncanakan akan berlaku sejak 1 Januari 2008 ini pun segera memancing berbagai reaksi. Selain isinya sebagian besar memang berupa larangan dan pembatasan atas berbagai aktivitas keseharian warga kota, pasal-pasal dalam Perda ini bermuatan ancaman pidana kurungan dan denda yang bervariasi.
Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun didatangi berbagai kelompok masyarakat yang mengadukan persoalan HAM yang akan muncul bila Perda ini diberlakukan. Hampir semua kelompok masyarakat yang datang menyatakan menolak isi Perda. Ada yang menilai Perda tersebut menjadi instrumen sistematis yang dilakukan Pemda DKI Jakarta untuk mengusir orang miskin dengan dalih ketertiban umum. Beberapa pihak yang merasa dirugikan oleh perda itu mengajukan keberatan dan penolakan atas pemberlakuan Perda Tibum tersebut.
Isi Perda ini menunjukkan bagaimana sebuah peraturan dibuat berdasarkan masukan pakar hukum dan keinginan pembuat Perda yang lebih didasarkan pada ideologi penguasa kota tentang “keindahan” dan “ketertiban” semata. Jadi jangan heran bahwa hampir semua dikriminalisasikan hingga terwujud sebuah fenomena sempurna dengan apa yang disebut “over kriminalisasi”. Yaitu mengkriminalkan tindakan tanpa adanya unsur korban.
Prinsip hak asasi sama sekali diabaikan. Bahkan muatan HAM dalam konstitusi maupun undang-undang yang merupakan implementasi dari TAP MPR lupa untuk dimasukkan sebagai konsiderans. Padahal UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia seharusnya menjadi acuan utama dalam pembuatan semua Perda. Demikian pula dengan UU No 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta UU No 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Apalagi pemerintah Presiden SBY sejak 2004 telah mencantumkan upaya pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM dalam Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Short link