Latuharhary – Distribusi pendapatan yang timpang merupakan potensi konflik yang harus segera diselesaikan. Penciptaan lapangan kerja merupakan salah satu solusi yang harus ditempuh guna meminimalkan potensi konflik dalam masyarakat.
“Sesungguhnya potensi konflik dapat ditangani antara lain dengan mengatasi ketimpangan pendapatan yang masih cukup mencolok,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Ir. Arsinal Junaidi pada jumpa pers selepas kegiatan semiloka bertema Upaya-Upaya Penyelesaian Konflik Horizontal Guna Memperlancar Proses Pembangunan di Propinsi Lampung di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta, awal bulan ini.
Persoalan kemiskinan merupakan masalah yang harus diselesaikan dengan sistematis. Peningkatan kesejahteraan rakyat melalui program-program ekonomi yang komprehensif menjadi keniscayaan dengan mengandalkan potensi yang ada di daerah.
Selain distribusi pendapatan, peristiwa politik juga dapat menjadi potensi konflik apabila tak dikelola dengan baik. Pemilihaan Umum Kepala Daerah (pemilukada) menjadi salah satu peristiwa politik yang harus dapat perhatian dari semua kalangan. Penggunaan isu sensitif dapat menjadi pemicu terjadinya konflik horisontal dalam masyarakat.
“Pertentangan akibat simbol kesukuan harus segera dihentikan karena isu ini kerapkali dimanfaat dalam pemilukada,” papar Sekdaprov Lampung.
Menurutnya, para pihak diharapkan mampu mengendalikan diri menjelang pemilukada serentak, khususnya di Provinsi Lampung. Adanya potensi dendam dan trauma yang telah tertimbun sekian lama akibat konflik horizontal yang terjadi secara terus menerus di provinsi ini jadi pemicunya.
“Pertentangan akibat simbol kesukuan harus segera dihentikan karena isu ini kerapkali dimanfaat dalam pemilukada,” lanjutnya.
Terkait potensi konflik menjelang pemilukada, Kapolda Lampung Brigjen Edward Syah Pernong (Kapolda Lampung) menegaskan, pihaknya telah melakukan pemetaan konflik sosial berdasarkan data-data tahun sebelumnya. “Satu hal yang menjadi catatan adalah identitas suku tertentu atas yang lain kerapkali ditonjolkan dan menjadi penyebab konflik yang paling utama,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, H. Rizani Puspawidjaya,S.H. (tokoh masyarakat Lampung), menyampaikan bahwa wilayah berpotensi konflik akibat persoalan adat seharusnya dapat dilokalisir karena pada prinsipnya bukan persoalan rumit. Terpenting, lanjutnya, persoalan jangan hanya diselesaikan di permukaan dengan hanya sepakat di level pimpinan. “Persoalan sebenarnya ada di level akar rumput. Kerapkali pemicu konflik hanyalah persoalan yang remeh temeh, namun karena sudah ada benih, persoalan membesar bahkan terkadang menimbulkan aksi kekerasan,” urainya.
Berdasarkan catatan Rizani, berkaca pada sejarah konflik yang terjadi di Provinsi Lampung, potensinya masih ada. Potensi konflik terdapat di tujuh kabupaten/kota di Lampung yaitu Kabupaten Tulang Bawang dan Tulang Bawang Barat (konflik antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah), Kabupaten Way Kanan (konflik antara masyarakat dan perusahaan), Kabupaten Mesuji (konflik antara masyarakat dan masyarakat serta pemerintah/ kehutanan atau perkebunan), Kabupaten Pesisir Barat (konflik antara masyarakat dan perusahaan), Kabupaten Lampung Timur (konflik antara masyarakat dan masyarakat), dan Kabupaten Lampung Selatan (konflik antara masyarakat dan masyarakat serta perusahaan).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memprakarsai upaya penyelesaian konflik horizontal di Lampung dengan mengumpulkan para pihak terkait pada semiloka yang mengangkat tema Upaya-Upaya Penyelesaian Konflik Horizontal Guna Memperlancar Proses Pembangunan di Propinsi Lampung.
Para pihak yang turut hadir adalah Deputi V Kemenhan, Brigjen Edward Syah Pernong (Kapolda Lampung), Ir.Arsinal Junaidi (Sekda Provinsi Lampung), H. Rizani Puspawidjaya,S.H. (tokoh masyarakat Lampung), dan Dr. Ansori Sinungan, S.H., L.L.M (Koordinator Subkomisi Mediasi Komnas HAM). Turut hadir pula Shinta Nur Wachid dan jajaran Pimpinan serta Anggota Komnas HAM yaitu Nur Kholis (Ketua), Roichatul Aswidah (Waka Eksternal), Siti Noor Laila (Waka Internal), Imdadun Rahmat (Komisioner Subkomisi Mediasi) dan Sandrayati Moniaga (Koordinator Subkomisi Pengkajian dan Penelitian). (Eva Nila Sari/Arief Setiawan)
Short link