Medan – 27 September
2023, Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama menjadi pemateri pada
kegiatan ” Peningkatan Kapasitas terkait Pencegahan Aktifitas Ilegal Dilakukan Secara Terintegrasi (SPY SERASI) Berbasis Masyarakat di Kawasan Konservasi yang Berada di Wilayah Sumatera Utara Tahun
2023” yang diselenggarakan oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung
Leuser Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pada tanggal 19 s.d. 20 September 2023. Peserta kegiatan antara lain dari Balai Besar TNGL, BKSDA Sumatera Utara, BPPHLHK Sumatera, DLHK
Sumatera Utara, Kodam I Bukit Barisan dan jajaran, Polda Sumatera Utara,
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Negeri Langkat, Deli Serdang, Karo,
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara,
Pengadilan Negeri Langkat, Deli Serdang, Kabanjahe dan Pengadilan Militer Tinggi I Medan.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang ancaman, pencegahan dan penanganan aktvitas illegal
dikawasan konservasi serta meningkatkan koordinasi dan Kerjasama multi pihak
(antar instansi dan Lembaga).
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), menurut Sepriady, merupakan salah satu kawasan konservasi yang berada di Lanskap Sumatera. Kawasan tersebut perlu dilindungi dari berbagai aktivitas ilegal manusia yang dapat mengancam kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan secara bertanggung jawab terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dan kehutanan di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga negara.
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang masuk dalam rumpun Hak untuk Hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, setiap warga negara wajib menghormati hak sesamanya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ketentuan yang diatur Pasal 28 J UUD Tahun 1945.
Sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, maka negara harus menghormati, memenuhi, dan melindungi hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Masyarakat juga memiliki peran serta dalam upaya terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat diantaranya mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan.
Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dan kehutanan di Kawasan konservasi harus berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku diantaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan peraturan lingkungan hidup terkait lainnya.
Sepriady juga menegaskan bahwa aparat penegak hukum
wajib memproses tindakan seseorang dan/atau sekelompok orang yang melakukan
dugaan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem demi
pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini bertujuan agar pemanfaatan SDA
dilakukan secara berkelanjutan dan lestari sehingga dapat memenuhi hajat hidup
orang banyak serta mencegah kegiatan pemanfaatan SDA yang menyebabkan kerusakan
lingkungan.
Dalam proses penegakan
hukum terhadap pelaku perusakan konservasi sumber daya alam dan ekosistem,
aparat penegak hukum wajib memperhatikan hak-hak pelaku sesuai prinsip –
prinsip Hak Asasi Manusia seperti pelaku berhak untuk menyampaikan keterangan,
informasi atau pengakuan secara bebas dari intimidasi, ancaman, siksaan fisik,
psikis ataupun seksual, dan lain-lain.
Aparat penegak hukum juga harus melindungi dan memastikan hak-hak
korban/pelapor dalam pelaku tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem
diantaranya menyampaikan laporan atau pengaduan kepada
penyidik (polisi/PPNS) tentang dugaan terjadinya kerusakan lingkungan hidup
atau pemanfaatan secara illegal TSL dan kehutanan di Kawasan konservasi,
mendapatkan perlindungan kerahasiaan identitasnya, mendapatkan kesempatan untuk
dapat memberikan keterangan secara bebas tanpa paksaan dari pihak manapun,
mendapatkan informasi mengenai tahapan laporan/Pengaduan yang didaftarkannya,
tidak dituntut secara pidana dan digugat secara perdata apabila laporannya
dengan itikad baik memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat, dan lain-lain.
Sepriady juga menyampaikan bahwa Komnas HAM RI sesuai dengan
kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 telah menyusun
Standar Norma dan Pengaturan Nomor 7 tentang HAM atas Tanah dan Sumber Daya
Alam dikarenakan adanya kemendesakan atas penghormatan, pelindungan, dan
pemenuhan HAM atas tanah dan SDA serta masih tingginya pelanggaran HAM atas
tanah dan sumber daya alam. SNP ini disusun juga sebagai panduan bagi pengemban
kewajiban dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi manusia
yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Selain dari Komnas HAM Perwakilan
Aceh, narasumber lain dalam kegiatan
tersebut adalah Direktur PKK-KLHK, Kepala Dinas LHK Provinsi Sumatera Utara,
Hakim Tinggi Medan, Badiklat Kejaksaan Agung RIwlain(YU/YMC/SP)