Banda Aceh – Tim Divisi Hukum
(Divkum) Mabes Polri menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Aula
Machdum Sakti Polda Aceh pada Senin, 26 Juni 2023. FGD yang membahas tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) dan kolerasinya dalam pelaksanaan tugas kepolisian ini dibuka
oleh Karo Bankum Divkum Polri Brigjen Pol Imam Sayuti, serta ikut didampingi
Irwasda Polda Aceh Kombes Pol Muhamad Setyobudi Dwiputro dan Kabidkum Kombes Pol
Wika Hardianto.
FGD yang mengusung
tema “Perlakuan terhadap Tersangka di Lingkungan Polri dalam Perspektif HAM”
tersebut diikuti oleh para perwira penyidik, baik tingkat Polda maupun Polres jajaran
di Aceh.
Kepala Komnas HAM
Perwakilan Aceh, Sepriady Utama menjadi salah satu narasumber dalam FGD
tersebut yang secara khusus menyampaikan materi tentang “Prinsip-Prinsip Dasar
HAM dalam Penegakan Hukum”. Sepriady menyatakan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya, Polri harus mempedomani beberapa regulasi, terutama aturan terkait
HAM, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
KUHAP, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian, Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Perkap Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara
Bertindak dalam Penanggulangan Huru Hara, Perkaba Reskrim Nomor 4 Tahun 2014
tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana, serta
Perkap dan SOP lainnya.
“Sesuai dengan
prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota Polri dalam melaksanakan
tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan
perlindungan dan penghargaan HAM”, ungkap Sepriady Utama.
Dengan demikian, prinsip-prinsip
dan standar hak asasi manusia harus dijadikan pedoman bagi anggota Polri dalam menjalankan
tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Sepriady menambahkan,
standar perilaku anggota Polri dalam penegakan hukum wajib mematuhi ketentuan berperilaku atau code of
conduct. Salah satunya yaitu tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali
dibutuhkan untuk mencegah kejahatan, membantu melakukan penangkapan terhadap
pelanggar hukum atau tersangka, itu pun harus sesuai dengan peraturan
penggunaan kekerasan.
“Standar perilaku
anggota Polri dalam bertindak sudah ada SOP atau aturan yang perlu dipedomani,
mulai dari penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, penahanan, hingga
pemeriksaan. Artinya, dalam memperlakukan tersangka juga perlu memperhatikan
hak-haknya, jangan sampai penyidik mengabaikan hak tersangka. Bagaimanapun, asas
praduga tak bersalah perlu dikedepankan,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Dr. M Gaussyah turut menjadi pemateri dalam FGD tersebut. Ia membahas tentang sejarah HAM di Indonesia dari periode sebelum kemerdekaan hingga periode reformasi. Terkait perspektif HAM dalam penegakan hukum di Indonesia, Dr. M Gaussyah mengurai apa yang termaktub dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. (SML/YU/SP)